Dynamic Blinkie Text Generator at TextSpace.net

Selasa, 24 November 2009

KULTUR JARINGAN TANAMAN JATI (Tectona grandis Linn.)

ABSTRAKSI




Fuji Lestari. K 4207061. Pendidikan Diploma 4 Kultur Jaringan Tanaman. Perbanyakan Tanaman Jati (Tectona grandis Linn.) Melalui Teknik In Vitro di Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhutani Cepu.


Kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan salah satu tugas mata kuliah wajib bagi setiap mahasiswa Diploma 4 Agribisnis Pertanian Kerjasama antara Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Pertanian Cianjur dengan Politeknik Negeri Jember. PKL juga merupakan wahana bagi mahasiswa untuk mendapatkan wawasan, keterampilan, kepercayaan diri, dan sosialisasi dengan masyarakat di luar kampus yaitu masyarakat dalam dunia kerja.
Tanaman Jati (Tectona grandis Linn.F .) merupakan tanaman tahunan yang memiliki nilai produk yang sangat ekonomis. Jati menjadi tanaman yang sangat populer sebagai penghasil bahan baku untuk industri perkayuan karena memiliki kualitas dan nilai jual yang sangat tinggi. Kekuatan dan keindahan seratnya merupakan faktor yang menjadikan kayu jati sebagai pilihan utama.
Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhutani Cepu yang beralamat di Jalan Wonosari Batokan, Kelurahan Batokan, Kecamatan Kasiman, Kota Bojonegoro-Jawa Timur dari tanggal 15 September 2008 sampai 28 November 2008. Metode yang dilakukan yaitu dengan cara orientasi, observasi, adaptasi dan pelaksanaan PKL.
Persiapan Eksplan, sumber eksplan yang digunakan untuk produksi bibit Jati (Tectona grandis Linn.) secara in vitro. Eksplan yang digunakan yaitu berupa tunas apikal dan tunas lateral. Sterilisas eksplan jati bertujuan agar bakteri, jamur dan mikroorganisme yang akan menyebabkan kultur kontaminasi mati. Adapun bahan yang digunakan untuk sterilisasinya yaitu blanlead, detergen, kaporit 5%, dan alkohol 70%. Media yang digunakan untuk inisiasi adalah media IA yang ditambah karbon aktif untuk mereduksi fenol yang terkandung dalam eksplan. Induksi akar di lakukan secara ex vitro. Pada tahap pengakaran diberi larutan IBA. Aklimatisasi adalah proses transfer tanaman dari media induksi ke dalam polybag dan penyesuaian diri tanaman secara fisiolgis dengan lingkungan yang lebih bebas.
Ciri-ciri bibit yang berkulitas baik yaitu planlet tampak sehat dan tidak berjamur, ukuran planlet seragam, berdaun hijau segar, dan tidak ada yang menguning. Bahan yang digunakan adalah tanaman hasil induksi yang sudah berakar (kurang lebih 1 bulan), media (top soil : pupuk kandang : sekam = 1 : 1 : 1) dan air. Media yang digunakan untuk Jati (Tectona grandis Linn.) adalah media MS.


I. PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Kegiatan Praktik Kerja Lapang (PKL) merupakan salah satu tugas mata kuliah wajib bagi setiap mahasiswa Diploma 4 Agribisnis Pertanian Kerjasama antara Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Pertanian Cianjur dengan Politeknik Negeri Jember. PKL juga merupakan wahana bagi mahasiswa untuk mendapatkan wawasan, keterampilan, kepercayaan diri, dan sosialisasi dengan masyarakat di luar kampus yaitu masyarakat dalam dunia kerja. Oleh sebab itu mengacu pada Kurikulum Program Pendidikan Diploma 4 Agribisnis Pertanian Manajemen Agroindustri, pada tahun ke-2 mahasiswa wajib melaksanakan program Praktik Kerja Lapang (PKL) selama 6 bulan yang setara dengan beban praktek kerja sebesar 8 SKS mulai pertengahan September 2008 sampai pertengahan Februari 2009. Kegiatannya dilaksanakan secara penuh di 2 industri / instansi tujuan PKL yang telah ditentukan sebelumnya. Selama pelaksanaan PKL mahasiswa juga diberikan pembelajaran secara paralel tugas materi kuliah dengan strategi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) (Anonim. 2008).
Materi PJJ adalah mata kuliah smester selanjutnya yang terhitung sebanyak 15 SKS dengan 4 mata kuliah (untuk jurusan kultur jaringan tanaman). Waktu pelaksanaan perkuliahan PJJ diatur oleh masing-masing industri tempat PKL dan melaporkan tugas-tugas dari setiap modul mata kuliah masing-masing mahasiswa kepada masing-masing dosen pengampu dengan memberitahukan terlebih dahulu bahwa telah mengirimkan tugas melalui e-mail ataupun blogger yang sudah di informasikan kepada dosen dan pihak Departemen Pendidikan Diploma.
Tanaman jati (Tectona grandis Linn.) merupakan tanaman tahunan yang memiliki nilai produk yang sangat ekonomis. Bahan bangunan dan meubel yang berasal dari kayu jati memiliki kelas pasar tertentu dengan nilai jual tinggi. Umumnya tanaman jati dipanen setelah berumur lebih dari sepuluh tahun. Terobosan teknologi menghasilkan jenis-jenis jati tertentu yang berumur genjah (cepat) dengan kualitas produk yang baik.
Jati menjadi tanaman yang sangat populer sebagai penghasil bahan baku untuk industri perkayuan karena memiliki kualitas dan nilai jual yang sangat tinggi. Kekuatan dan keindahan seratnya merupakan faktor yang menjadikan kayu jati sebagai pilihan utama. Kebutuhan akan kayu jati selalu meningkat baik di dalam maupun luar negeri sedangkan populasi dan pasok­annya semakin menipis karena siklus umur panen jati konvensional relatif lama. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan tanaman jati yang memiliki umur panen relatif cepat dengan ke­indahan dan kualitas serat memadai yang dapat memenuhi kebutuhan pasar.
Umumnya tanaman jati diperbanyak dengan anakan. Namun untuk kebutuhan pengembangan luas seperti pembangunan hutan industri, misalnya, perbanyakan konvensional sangat menyulitkan. Perbanyakan bibit melalui teknik kultur jaringan merupakan salah satu teknologi harapan yang banyak dibicarakan dan terbukti memberikan keberhasilan. Teknik ini menawarkan cara perbanyakan tanaman dalam jumlah banyak dan waktu cepat dengan memanfaatkan bahan tanaman asal yang terbatas.
Saat ini, telah tersedia dan dikembangkan tanaman jati unggul yang memiliki siklus umur panen relatif pendek (fast growing teak) yang berasal dari pohon induk terpilih. Untuk selanjutnya dalam tulisan ini disebut “jati genjah”. Saat ini, jati sudah dijadikan andalan untuk mengatasi kendala utama ketersediaan bahan baku kayu jati, sehingga masalah per­banyakannya menjadi perhatian utama dalam pengembangan tanaman ini. Perbanyakan tanaman jati umumnya dilakukan melalui biji atau bagian vegetatif seperti stek atau sambungan. Untuk menyediakan tanaman jati dalam jumlah banyak, sulit dilakukan melalui cara perbanyakan konvensional (stek atau sambungan). Oleh karena itu, saat ini banyak digunakan perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan. Pemanfaatan teknologi kultur jaringan untuk tujuan perbanyakan bibit telah diaplikasikan pada berbagai tanaman tahunan seperti jati, eucaliptus, akasia, dan lain-lain.
Beberapa kelebihan dari penggunaan teknik kultur jaringan dibandingkan dengan cara konvensional adalah:
a) Faktor perba­nyakan tinggi,
b) Tidak tergantung pada musim karena lingkungan tumbuh in vitro terkendali,
c) Bahan tanaman yang digunakan sedikit sehingga tidak merusak pohon induk,
d) Tanaman yang dihasilkan bebas dari penyakit meskipun dari induk yang mengandung patogen internal,
e) Tidak membutuhkan tempat yang sangat luas untuk menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak.
Pusat Pengembangan Hutan, Pusat jati di Cepu, Jawa Tengah dibangun atas dasar keputusan Dioreksi nomor : 3090/Kpts./Dir/1997 tanggal 29 September 1997.
Pada awal diresmikannya yaitu tanggal 05 Februari 1998 dinamakan Pusat Jati (Teak Center) bertujuan untuk pengelolaan tanaman jati, kemudian dalam perkembangannya pada pertengahan tahun 1999 diubah namanya menjadi Pusat Pengembangan Hutan (PUSBANGHUT) yang kegiatannya tidak hanya pengelolaan jati tetapi juga tanaman lainnya, sampai pada tahun 2000 diubah lagi menjadi Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan (PUSBANG SDH), tugasnya ditambah dengan pengelolaan lingkungan, pada tahun 2005 diubah menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Perum Perhutani sampai dengan saat ini, yang di mana tugasnya meliputi kelola SDH, kelola lingkungan, kelola Sosial Ekonomi dan kelola Managemen.
Pembangunan Puslitbang ini dimaksudkan untuk menyiapkan wadah melakukan kegiatan aplikasi hasil-hasil penelitian dalam mengelola hutan di wilayah kerja Perum Perhutani. Untuk mengatasi tuntunan ini, pengembangan Puslitbang Perum Perhutani diharapkan mampu meningkatkan daya saing produk-produk andalan perum perhutani melalui pengembangan teknologi yang telah diketahui sebelumnya atau ditemui dalam proses kegiatannya.

1.2.Tujuan
Praktik Kerja Lapang ini bertujuan untuk :
a) Dapat menambah pengalaman yang riil di lapangan.
b) Mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan
c) Mengetahui teknik produksi bibit jati (Tectona grandis. L) secara In Vitro.
d) Pemenuhan persyaratan akademik.
e) Menyelesaikan mata kuliah teori semester IV dengan melalui Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

1.3. Sasaran
Setelah melaksanakan praktek kerja lapang, diharapkan mahasiswa :
a) Berpengalaman dalam kegiatan pembelajaran di industri yang relevan.
b) Dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh selama kuliah pada tahun pertama.
c) Memperoleh tambahan materi yang didapat selama kegiatan PKL.



II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyebaran Jati
Tanaman jati secara alamiah dapat dijumpai di negara Asia Tenggara dan Asia Selatan, yaitu Burma, Thailand, Laos, Kamboja dan Indonesia. Pada abad ke-19 jati mulai dibudidayakan di negara Amerika seperti Trinidad dan Nicaraguna. Belakangan jati mulai dibudidayakan di Nigeria dan beberapa negara Afrika tropik lainnya (Simon, 2000).
Sejak abad ke-9 tanaman jati merupakan tanaman torpika dan subtropika telah dikenal sebagai pohon yang memiliki kayu kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi. Jati digolongkan sebagi kayu mewah (fanci wood ) dan memiliki kelas awet tinggi yang tahan terhadap serangan rayap dan jamur dan mampu bertahan sampai 500 tahun (Suryana, 2001).
Menurut data Penyusunan Sejarah Kehutanan Indonesia, pada akhir abad ke-19 luas hutan jati di pulau Jawa seluruhnya diperkirakan berkisar 650.000 Ha. Luas hutan jati terus bertambah menjadi 785.000 Ha pada tahun 1929. Sejak tahun 1985 luas hutan jati di pulau Jawa seluruhnya sudah mencapai 1.069.712 Ha (Simon, 2000).
Jati tumbuh baik pada tanah yang sarang, mengandung Ca dan P cukup serta pH tanah antara 6-8. Untuk tanah yang sangat kurus, dapat dilakukan penambahan unsur P (Phospor). Pada tanah yang berbatu, kekurangan air, sangat kering dan jelek aerasinya, termasuk juga tanah yang dangkal, pertumbuhan jati dapat menjadi bengkok dan bercabang rendah.
Jati termasuk calciolus tree spesies, yaitu tanaman yang memerlukan unsur kalsium dalam jumlah relatif besar untuk tumbuh dan berkembang. Dari hasil analisis abu yang telah dilakukan diketahui kandungan jati terdiri dari Calcium (Ca) 31,3%, Phosporus (P) 29,7%, Silika (SiO2) sebanyak 25%.
Kondisi lingkungan yang baik untuk jati adalah daerah dengan musim kering yang nyata (meski bukan syarat mutlak), memiliki curah hujan antara 1200-3000 mm/tahun. Intensitas cahaya cukup tinggi, 75 sampai 100% dengan suhu berkisar 22ºC sampai 31ºC. Ketinggian tanah yang optimal antara 0 - 700 m dari permukaan laut. Di Indonesia, memang masih dijumpai jati pada ketinggian 1300 m dpl, tetapi pertumbuhannya menjadi kurang optimal. Meskipun membutuhkan musim kemarau yang nyata, tetapi musim kemarau yang terlalu kering dan lama akan menjadi faktor pembatas persebaran jati.

2.2. Klasifikasi Jati







Gambar 1. Tanaman Jati (Tectona grandis Linn.)

klasifikasi botani jati yaitu sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Sub-kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Verbenales
Famili : Verbenaceae
Genus : Tectona
Spesies : Tectona grandis Linn.

Ilmu botani yang lebih awal mengenal jati sama dengan kayu eik didasarkan sifat kegunaannya dengan eik eropa, dan dimasukkan ke keluarga Quercus. Seringkali tanaman jati disebut sebagai eik Indonesia ataupun eik dari Malabar. Linnaeus kemudian memberi nama Tectona grandis dan masih dipakai sampai sekarang dan dimasukkan ke dalam Verbaceae oleh Benard Jusieu dalam Cordes (1992).
Selain Tectona grandis Linn.F., famili Verbenaceae juga memiliki 2 spesies lain yang seperti jati di Indonesia, yaitu T. hamiltoniana Wall. Yang tumbuh di daerah kering Myanmar dan T. philippinensis Benth yang tumbuh di daerah hutan Batangas dan Mindoro (Pulau Iling), Filipina. Dari ketiga jenis Tectona tersebut, T. Grandis yang mempunyai kualitas yang paling baik.

2.3. Morfologi Jati
Secara morfologis, tanaman jati memiliki tinggi yang dapat mencapai sekitar 30-45 m. Batang yang bebas cabang dapat mencapai antara 15-20 m bila dilakukan proses pemangkasan. Pohon jati yang tumbuh baik diameter batangnya dapat mencapai 220 cm. Kulit kayu jati berwarna kecoklat-coklatan atau abu-abu dan sifatnya mudah terkelupas. Pangkal batang berakar papan pendek dan dapat bercabang.
Daun jati berbentuk opposite ( bentuk jantung membulat dengan ujung meruncing), berukuran panjang sekitar 20-50 cm dan lebar 15-40 cm, permukaan daun berbulu. Daun muda jati berwarna kecoklatan, sedangkan daun tua berwarna hijau keabu-abuan.
Walaupun tanaman jati yang tumbuh di alam dapat mencapai diameter batang 220 m, namun umumnya jati dengan diameter 50 cm sudah di tebang karena tingginya akan permintaan terhadap kayu jati. Bentuk batang pohon jati tidak teratur serta mempunyai alur.
Warna kayu teras (bagian tengah), coklat muda, coklat merah tua, atau merah coklat, sedangkan warna kayu gubal (bagian luar teras hingga kulit) putih kelabu kekuningan. Tekstur kayu agak kasar dan tidak rata. Arah serat kayu jati lurus dan agak terpadu. Permukssn kayu jati licin dan agak berminyak serta memiliki gambaran yang indah.
Kambium jati memiliki sel-sel yang menghasilkan perpanjangan vertikal dan horizontal, dimulai berkembangnya inti sel berbentuk oval secara memanjang, kemudian akan membelah menjadi 2 sel dan demikian seterusnya. Pada sekitar bulan Juli-September (musim kemarau) tanaman akan mengalami gugur daun dan pada saat itu kambium akan tumbuh lebih sempit dari pertumbuhan musim penghujan.
Pada bulan Januari-April (musim penghujan), daun akan tumbuh, sehingga pertumbuhan kambium normal kembali. Perbedaan pertumbuhan tersebut akan membuat suatu pola yang indah bila batang jati dipotong melintang. Pola pertumbuhan kayu yang indah tersebut dikenal juga dengan istilah lingkaran tahun.
Sifat fisik kayu adalah sebagai berikut: kayu jati memiliki berat jenis antara 0,62- 0,75 dan memiliki kelas kuat II-III dengan nilai keteguhan patah antara 800-1200 kg/cm3 (Syafii, 2000 dalam Sipon et al., 2001). Daya risistensi yang tingi kayu jati terhadap serangan jamur dan rayap disebabkan karena zat extraktif tectoquinin 2- metiol antraqinon. Selain itu, kayu jati masih mengandung kandungan lain, seperti tripoliprena, penil naphtalhena, antraquinin dan komponen lain yang belum terditeksi (Sipon et al., 2001).
Kayu jati memiliki kadar selulosa 46,5 %, lignen 29,9%, pentosan 14,4%, abu 1,4%, dan silika 0,4%, serta nilai kalor 5,081 kal/gr (Suryana, 2001). Kekuatan kayu sesuai uji terhadap rayap dan jamur tergolong kelas II. Dengan demikian, kayu jati dapat terserang rayap dengan kapasitas rendah pada kondisi kayu yang dipengaruhi oleh umur pohon, semakin tua umur kayu semakin sulit terserang rayap.
Menurut Courdes (1992), ada banyak manfaat dari masing-masing bagian tubuh tanaman jati, yaitu:
a) Kayu jati digunakan sebagai bahan baku furniture, bangunan dan kerajinan
b) Kulit jati digunakan sebagai dinding rumah
c) Getah jati dapat digunakan sebagai obat untuk penyakit tenggorokan
d) Daun dapat digunakan sebagi obat kolera dan pembersih luka
e) Abu pohon jati ditumbuk dengan daun jambu batu dapat menghentikan diare
f) Daun muda dapat digunakan sebagai pewarna (warna merah)
g) Daun jati dapat dimanfaatkan untuk pembungkus makanan dan berbagai peralatan karena lebar dan sebagainya.

2.3.1. Bagian-bagian Tanaman Jati
a. Bunga
Bunga jati merupakan bunga majemuk, bentuk malainya terdiri dari ratusan bunga kecil, yang tumbuh terminal di ujung atau tepi cabang. Panjang malai antara 60-90 cm dan lebar antara 10-30 cm. Bunga jati termasuk bunga berumah dua, karena dalam satu pohon terdapat bunga jantan (benang sari) dan bunga betina (putik). Bunga berwarna putih, lebar bunga berukuran 4-5 mm dan panjang 6-8 mm. Kelopak bunga (calyx) berjumlah 5-7 dan berukuran 3-5 mm. Mahkota bunga (corolla) tersusun secara melingkar dengan ukuran sekitar 10 mm. Tangkai putik (stamen) berjumlah 5-6 buah dengan filamen berukuran 3 mm, antera memanjang berukuran 1-5 mm, ovarium membulat berukuran sekitar 2 mm. Bunga yang terbuahi akan menghasilkan buah berukuran sekitar 2 mm. Bunga yang terbuahi akan menghasilkan buah berukuran 1-1,5 cm.
Menurut Mahfudz. 2003, Munculnya daun-daun jati muda setelah menggugurkan daun biasanya diikuti dengan pembungaan (sekitar bulan November), tetapi untuk lokasi penanaman dengan sumber air yang cukup, jati juga dapat berbunga pada musim kemarau.

b. Buah
Buah jati ” Janggleng” (orang jawa), bentuknya kecil dan keras (diameter 5-20 mm), terbungkus oleh sebuah kelopak berdaging yang gugur setelah buah-buahnya jatuh. Inti buah meruncing ke bawah dan dikelilingi oleh sebuah penutup tak berdaging, tapi bergabus seperti bunga karang (spons), berwarna coklat dan merupakan selapis bulu yang tebal terjalin satu sama lain. Kulit buah sangat keras dan berwarna putih. Hanya inti buah yang mudah dibelah dengan pisau dan biasanya berisi 4 kotak (panjang 3-6 mm, dan lebar 4 mm), tiap kotak berisi satu biji. Biji jati sangat tebal dan berlemak, tetapi jarang tiap biji terbentuk sempurna.
c. Daun
Letak dua helai daun jati di tangkai daun yang pendek, selain itu juga jati memiliki daun bulat telur terbalik dan bukan merupakan daun sempurna, letak helaian daun jati pada batang muda berhadapan. Daun pada bagian atas berwarna hijau dan permukaannya kasar. Bagian bawah warna daun jati hijau kekuning-kuningan, berbulu halus dan terdapat rambut kelenjar, daun muda jati berwarna merah. Ukuran daun jati bervariasi, daun jati muda memiliki panjang 80-100 cm dan lebar sekitar 60-70 cm. Jati termasuk jenis yang menggugurkan daunnya bila kekurangan air. Tetapi pada daerah yang masih memiliki air pada musim kemarau, jati tetap berdaun dan tidak meranggaskan daunnya.

d. Batang
Pada jati muda, batang berbentuk segi empat. Perubahan dari bentuk segi empat ke bentuk bulat umumnya terjadi pada umur 3-4 tahun. Di tanah yang subur, dengan penutupan tajuk cukup rapat menyebabkan pertumbuhan batang yang meninggi lebih dominan dan percabangannya dimulai pada ketinggian 18-20 m. Untuk kondisi tempat tumbuh yang kurang bagus, karena tandus, sering terjadi kebakaran, adanya penggembalaan, banyaknya alang-alang, maupun karena tegakan kurang rapat, pertumbuhan jati cenderung melengkung.
Pada umumnya pohon jati memiliki daun yang kurang lebat tetapi karena daunnya yang lebar, tajuk memberi naungan yang lebat dan merata, bentuk tajuk tidak beraturan sampai bulat telur pada tegakan yang kurang rapat tinggi tajuk agak rendah, dahan jati umumnya bengkok dan memiliki banyak tangkai dengan ranting berbentuk penampang segi empat dan berbulu halus.

e. Akar
Susunan akar jati pada waktu muda berupa akar tunggang yang sangat cepat tumbuhnya. Akar tunggang kemudian mengalami percabangan sehingga akar pokok tidak nyata, jati memiliki akar yang sensitif terhadap kekurangan zat asam.
Pada kondisi tanah yang baik (subur, remah, tidak padat, tidak terdapat lapisan batu) panjang akar dapat mencapai 2-3 m. Tetapi, jika kondisi tanah kurang baik, akar menjadi dangkal dengan panjang 70-80 cm. Akar cabang memiliki cabang-cabang yang lebih halus, panjangnya rata-rata mencapai ± 3 m. Akar-akar halus ini mengambil zat hara dari dalam tanah.
Selain itu juga akar jati mengalami persaingan, jika tanaman jati muda yang berbatasan dengan hutan tua, jati tua di pinggir dekat hutan tua ini tentu lebih kecil, kurang subur tumbuhnya dari pada tanaman jati muda di tengah-tengah. Keadaan tersebut disebabkan karena persaingan akar dalam mencari air, zat hara, zat asam atau pembakar. Untuk membuktikn terjadinya persaingan akar tersebut, dapat di buat parit yang agak dalam diantara hutan tua dan tanaman jati. Dengan adanya parit ini, karena akar dari hutan tua tidak dapat menjalar ke lapangan tanaman jati muda, jati muda di pinggir tidak menjadi kecil atau kurang subur tumbuhnya.

f. Kulit dan Kayu
Warna kulit jati coklat ke abu-abuan, terpecah-pecah mengikuti alur memanjang batang. Tebal kulit kayu berbeda antara bagian batang bawah dan pucuknya. Bagian bawah memiliki ketebalan 8-12 mm sedangkan bagian atas 2-4 mm.
Kayu teras jati umumnya berwarna dari coklat muda, coklat kelabu, hingga coklat merah tua atau merah kecokelatan. Kayu gubal berwarna putih dan kelabu kekuningan. Tekstur kayu agak kasar dan tidak rata. Area serat lurus atau kadang-kadang agak terpadu.
Permukaan kayu licin atau agak licin kadang seperti berminyak. Lingkaran tahun agak lebih jelas trasnversal maupun radial sehingga menimbulkan gambar yang indah.



2.4. Syarat Tumbuh Jati
2.4.1. Iklim
Secara umum, tanaman jati dapat tumbuh dengan baik jika ditanam di daerah dataran rendah (50-80 m dpl) sampai dataran tinggi dengan ketinggian 800 m dpl. Tanaman ini diketahui sangat tidak tahan dengan kondisi tergenang air, sehingga area pertanaman jati mutlak membutuhkan sistem drainase yang baik. Membutuhkan iklim dengan curah hujan minimum 750 mm/th, optimum 1000-1500 mm/th, dan maksimum 2500 mm/th (walaupun demikian, jati masih dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 3750 mm/th). Suhu udara yang dibutuhkan tanaman jati minimum 13-17OC dan maksimum 39-43OC. Pada suhu optimal, 32-42OC tanaman jati akan menghasilkan kualitas kayu yang baik. Adapun kondisi kelembaban lingkungan tanaman jati yang optimal sekitar 80% untuk fase vegetatif dan antara 60-70% untuk fase generatif.
Menurut Tim Puslitbang (2002), JPP (Jati Plus Perhutani) membutuhkan kisaran pH tanah lebih kurang 6,5-7,5 dan curah hujan 1500-2000 mm per tahun, ketinggian tempat 0-600 m dpl, suhu siang 27-36 O C dan malam 20-30 O C, adanya perbedaan musim hujan dan kemarau yang tegas, tanah dengan drainase dan aerasi yang baik serta berkapur, dan menghindari penanaman di lahan becek atau tergenang air, rawa, gambut dan padang pasir.
Pada musim kemarau pohon jati menggugurkan daun sebagai bentuk penghindaran terhadap kekeringan, tetapi hal ini tergantung cepat atau lambat datangnya musim kemarau. Semakin tinggi kelembaban di atmosfir maka semakin lama pohon jati mempertahankan daunnya. Di Jawa pada umumnya pengguguran terjadi pada bulan Juni atau Juli. Selain itu tergantung pada musim, daun jati juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Di dataran rendah suhu cepat memanas sehingga memacu pengguguran daun menjadi lebih cepat terlihat meranggas, sedangkan di daerah lembah yang lembab pohon jati masih terlihat lengkap daunnya.
Pohon jati yang telah menggugurkan daunnya berangsur-angsur akan menjadi lengkap kembali organ-organnya setelah keadaan lingkungan lembab kembali. Musim tidak hanya mempengaruhi pengguguran daun saja tetapi juga mempengaruhi berseminya kembali pohon jati, semakin cepat hujan datang semakin cepat pohon jati bersemi. Pada umumnya pohon jati mulai bersemi di bulan Oktober, hal ini terjadi karena kelembaban di udara yang berasal dari pengaruh angin pergantian musim kemarau ke musim penghujan (Cordes, 1992).
Curah hujan secara fisik dan fisiologis berpengaruh terhadap sifat gugurnya daun dan kualitas produk kayu. Seperti di daerah dengan musim kemarau panjang, jati akan menggugurkan daunnya dan lingkaran tahun yang terbentuk tampak artistik. Kayu jati ini memiliki teras yang lebih kuat sehingga dikelompokkan dalam jenis kayu mewah (fancy wood) atau kelas I. Jati seperti ini banyak ditemukan di daerah Jawa Tengah (Cepu, Jepara) dan Jawa Timur (Bondowoso, dan Situbondo). Pada daerah yang sering turun hujan atau hujannya tinggi (> 1500 mm/th), jati tidak menggugurkan daun dan lingkaran tahun kurang menarik, sehingga produk kayunya tergolong kelas II-III, misalnya jati yang di tanam di Sukabumi (Jawa Barat) dengan curah hujan 2500 mm/th.

2.4.2. Tanah
Secara geologis, tanaman jati tumbuh di tanah dengan batuan induk berasal dari formasi granite dan gneis. Pertanaman jati akan tumbuh lebih baik pada lahan dengan kondisi fraksi lempung, lempung berpasir, atau pada lahan liat berpasir. Sesuai sifat fisiologis untuk menghasilkan pertumbuhan optimal, jati memerlukan kondisi lahan yang dalam dan keasaman tanah (pH) optimum sekitar 6,0. Namun, ada kasus pada beberapa kawasan pertanaman jati dengan tingkat pH rendah (4-5), dijumpai tanaman jati dengan pertumbuhan yang baik. Karena tanaman jati sensitif terhadap rendahnya nilai pertukaran oksigen dalam tanah maka pada lahan yang berporositas dan memiliki drainase baik akan menghasilkan pertumbuhan baik pula karena akar akan mudah menyerap unsur hara.
Kondisi kesuburan lahan juga akan berpengaruh terhadap perilaku fisiologis tanaman yang ditunjukkan oleh perkembangan tumbuh tanaman jati. Unsur kimia pokok (macro element) yang penting dalam mendukung pertumbuhan jati yaitu sebagai berikut:
· Kalsium (Ca)
Hara kalsium merupakan unsur penting yang mendukung pertumbuhan meristem batang dan merupakan elemen pembentukkan dinding sel. Kandungan unsur Ca dalam tanah sering menjadi kendala dalam menentukan areal pengembangan tanaman jati. Tanaman jati yang ditanam di lahan dengan kandungan Ca rendah (8, 18-9, 27%) menunjukkan pertumbuhan yang kurang menguntungkan.
· Fospor (P)
Kandungan fospor (P) juga merupakan unsur penting bagi pertumbuhan tanaman jati. Kandungan optimum unsur P antara 0,022-0,108% atau 19-135 mg/100 g tanah. Secara fisiologis, kandungan P akan sangat sensitif dalam defisiensi unsur. Artinya, lahan yang sangat kekuranagan unsur P akan tampak pada pertumbuhan jati. Daun jati akan cepat gugur sehingga fotosintesa terganggu, akibatnya pertumbuhan menjadi lambat.
· Kalium (K)
Unsur potasium atau kalium yang dibutuhkan oleh tanaman jati pada lahan permukaan (top soil) berkisar 0,54-1,80% (45-625 ppm/100 g) dan pada lahan di bawahnya (under top soil) antara 0,40-1,13% (113 ppm/100 g).
· Nitrogen (N)
Unsur nitrogen (N) merupakan elemen hara yang penting dalam proses pertumbuhan tanaman jati. Kandungan (N) yang dibutuhkan tanaman jati pada lahan permukaan (top soil) antara 0,13-0,072% dan pada lahan di bawahnya dengan ketebalan hingga 1 meter antara 0,0056-0,05%. Sedangkan rataan N yang dibutuhkan tanaman jati sekitar 0,0039%. Pada areal perbukitan, kandungan N di lapisan atas sekitar 0,0034% dan lahan di bawahnya antara 0,038-0,039%.
Sumber hara pada hutan jati alam ditentukan oleh potensi dan kapasitas bahan organik dari serasah hutan serta tingkat kecepatan proses fermentasi litter yang jatuh dalam kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa dengan rataan kapasitas serasah pada tanaman jati berumur 38 tahun diperoleh sekitar 973 kg/ha/th. Dengan kapasitas tersebut, serasah mampu menghasilkan kadar Ca 360 Kg/ha, N 331 kg/ha, K 128 kg/ha, unsur P dan Mg sekitar 108 kg/ha. Secara umum, siklus hara tersebut sangat ditentukan oleh kondisi ekosistem setempat.
Misalnya kasus di wilayah hutan endemik dari jenis Tectona grandis, dengan kapasitas 775 pohon/ha dan berumur 18 tahun dihasilkan kadar N 166 kg/ha, P 9,2 kg/ha, dan K 89 kg/ha. Hasil tersebut relatif jauh lebih tinggi dibandingkan dengan serasah yang dihasilkan dari tanaman Eucalyptus spp, dan Pinus spp, yang hanya mampu menghasilkan hara antara 64-67%.
Pada lahan hutan jati alam, kapasitas bahan organik (humus) yang tersedia antara 1,78 - 5,5 % yang berada di permukaan dan 0,17 - 1,90% berada sekitar 100 cm di bawah permukaan. Rendahnya nilai kapasitas bahan organik pada lahan jati akan menurunkan tingkat kecepatan pembentukan akar yang berdampak positif terhadap pertumbuhan tiap tanaman jati. Tanaman yang berkembang pada lahan dengan kandungan unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg) yang optimal akan mempunyai perakaran yang baik sehingga proses penyerapan hara semakin cepat dan kemampuan pohon untuk menghasilkan produksi pun semakin tinggi.
Dengan memperhatikan beberapa aspek persyaratan tumbuh yang dikehendaki oleh tanaman jati, maka ada beberapa daerah yang kemungkinan cocok sebagai daerah pengembangan. Daerah tersebut yaitu wilayah Timur Sumatera, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali Timur, dan Nusa Tengggara.
Perbedaan kondisi botani lahan di tiap daerah pengembangan akan menghasilkan pertumbuhan jati yang bervariasi. Tanaman jati konvensional pada umur, jumlah pohon per hektar, rata-rata tinggi dan diameter akan menghasilkan total volume produksi kayu.

2.5. Perbanyakan Jati
Memperhatikan tanaman jati yang dapat memberikan nilai tambah relatif tinggi, maka diupayakan pembinaan kelas tarian produksi melalui pembudidayaan jati di berbagai wilayah. Namun, ada kendala teknis yaitu untuk memperoleh nilai produksi optimal, tanaman jati secara konvensional relatif memerlukan waktu yang cukup lama ± 80 tahun, dengan sejalannya ilmu pengetahuan, perbanyakan tanaman jati tidak hanya dilakukan secara vegetatif. Hasil perbanyakan secara vegetatif ini diharapkan dapat berkembang dengan cepat sehingga waktu panen pun dapat lebih cepat, pada umur 15 tahun tanaman jati dapat di panen.

2.5.1. Perbanyakan Secara Generatif
Perbanyakan bahan tanaman secara generatif artinya perbanyakan melalui penanaman benih, agar hasil perbanyakan ini mempunyai kualitas dari pohon induk benih. Oleh karenanya, perlu adanya upaya pemilihan pohon induk alami (seeds stand) atau membangun secara khusus pohon induk (seeds orchad) yang terisolasi dari areal tanaman jati. Hal ini dimaksudkan agar pohon induk tidak terkontaminasi oleh bunga tanaman jati yang tidak dikehendaki. Beberapa persyaratan pohon induk tanaman jati yaitu:
a. Pohon memiliki kenampakan (performance) tumbuh yang baik, sehat, dan bertajuk rindang.
b. Tinggi pohon bebas cabang minimal 4 meter.
c. Tahan gangguan hama dan penyakit.
d. Memiliki kematangan umur (maturasi) yang optimal (≥ 15 tahun).
e. Berbuah sepanjang tahun dan memiliki kapasitas optimal
f. Memiliki daya kecambah benih ≥ 80%.
Secara fisiologis, kualitas buah dari masing-masing pohon induk akan ditentukan oleh sifat pohon dan kematangan pertumbuhan (maturasi). Untuk pohon induk alami, kematangan pertumbuhan tersebut secara fisik ditunjukkan oleh sifat kenampakan tumbuh (performance), misalnya batang lurus, bentuk lingkar batang silindris sempurna, batang bebas cabang > 4 m, tajuk dan percabangan rindang, serta tahan terhadap hama dan penyakit.
Pohon dengan benih berkualitas dari suatu kebun induk secra teknis dapat dipantau melalui perkembangan tumbuh dan masa pembuahan pohon induk serta pengujian daya kecambah dan daya tumbuh anakan. Bila daya kecambah di atas 90% dan daya tumbuh anakan siap tanam di atas 80%, maka benih jati tersebut secara teknis telah memiliki kualitas yang baik dan pohon induknya pun telah memenuhi persyaratan sebagai pohon induk yang baik.
Benih tanaman jati dapat disimpan dan diistirahatkan (dormansi) apabila belum segera ditanam. Caranya, benih dimasukkan ke dalam blek(kaleng). Akan lebih baik bila benih diselimuti oleh arang halus (sekam atau kayu), dengan cara ini, masa simpan benih dapat mencapai sekitar 2 tahun.
Salah satu penyebab benih jati dapat disimpan dalam kurun waktu yang lama adalah kulit benih yang sangat keras. Kulit benih ini sedemikian kerasnya sehingga bila akan disemai perlu diberi perlakuan khusus. Perlakuan tersebut berupa upaya penipisan atau pelunakan kulit keras benih.

2.5.2. Perbanyakan Secara Vegetatif
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknik budidaya tanaman, saat ini telah tersedia bahan tanaman jati hasil rekayasa teknis, baik melalui pengembangan benih dari pohon plus maupun teknologi kultur vegetatif. Hasilnya berupa klon atau kultivar tanaman jati dengan daur produksi ekonomis sekitar 15 tahun sehingga dalam kurun waktu relatif singkat dapat diperoleh nilai produksi yang cukup menjanjikan.
Perbanyakan atau pengembangan secara kultur jaringan atau kultur tunas merupakan upaya pengembangan tanaman melalui pembiakan sel-sel meristematis dari jaringan tanaman, seperti pucuk/tunas, ujung akar, embrio benih, atau bunga. Perbanyakan ini dilakukan di dalam laboratorium secra aseptik dengan menggunakan media cair ataupun media padat yang ditempatkan dalam sebuah botol atau tabung gelas, dilengkapi dengan peralatan kultur dan ruangan, seperti Laminar Air Flow Cabinet, Shaker, dan Enkas. Secara keseluruhan, cara ini terpola dalam kondisi bebas dari pencemaran (kontaminasi) dari jenis mikroorganisme yang kasat mata (virus, bakteri, jamur, dan lain-lain).
Dalam perbanyakan kultur tunas jati, diperlukan alat dan bahan Laminar Air Flow Cabinet, autoklaf, botol kultur, tutup botol, alat diseksi (pinset, sptula), petridish, gelas ukur, lampu bunsen, timbangan, alat ukur pH, kulkas, kompor gas, panci, pengaduk, pipet tetes, pipet lurus, alat pencuci, dan liquide dispenser.
Selanjutnya dipersiapkan bahan dan pereaksi yang terdiri dari bahan tanaman (eksplan) dari tunas jati, hormon tumbuh yang digunakannya yaitu BAP, dan GA3. sedangkan untuk pengakaran yang digunakan hormon auksin yaitu IBA.
Media pertumbuhan yang digunakan berupa media standar berasal dari MS. Proses pembuatannya sebagai berikut:
· Panaskan air sesuai yang di butuhkan, masukkan agar sebanyak 8 gr/lt dari volume air, tambahkan hormon ZPT jati (BAP dan GA3) sesuai jumlah yang diinginkan.
· Setelah bahan larut, masukkan media kedalam tabung reaksi, kemudian ditutup dengan kapas, pH diatur pada 5,8 dengan penambahan NaOH atau HCL.
· Sterilkan media dalam autoclaf dengan suhu 1210C tekanan 1,5 Kg per cm2 selama 15 menit.
· Dinginkan media sampai tidak terkena kontaminasi, media siap di gunakan.

2.6. Kultur In Vitro Jati
Kultur in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali (Gunawan, 1992). Kultur in vitro menurut Yusnita (2004) merupakan teknik menumbuh-kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan, atau organ dalam kondisi aseptik. Teknik ini dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh), serta kondisi kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol.
Kultur in vitro merupakan kelanjutan dari perbanyakan secara konvensional. Dengan teknik kultur in vitro, perbanyakan generatif dan vegetatif dilakukan dengan cepat dan efisien. Ada beberapa cara pelaksanaan kultur in vitro, tergantung bahan tanam dan media tanam yang digunakan, bahan tanam dipilih dari mata tunas.

2.7. Kelebihan Kultur In Vitro
Kultur in vitro sejak itu dipandang sebagai teknik yang dapat dibisniskan untuk perbanyakan tanaman yang menguntungkan. Teknik ini pada awalnya digunakan hanya untuk memperbanyak tanaman herba, tetapi belakangan ternyata merupakan altenatif yang baik untuk perbanyakan tanaman tahunan dan tanaman kehutanan (Yusnita, 2004).
Menurut Hendaryono (2007) dibandingkan dengan perbanyakan tanaman secara konvensional, perbanyakan secara kultur in vitro/kultur embrio mempunyai beberapa keuntungan yaitu :

a) Mengatasi keadaan tanaman yang lama tumbuh
Tidak semua tanaman mempunyai viabilitas (daya hidup) yang baik. Maka dengan membudidayakannya dalam botol, pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan terhadap tanaman bisa diminimalkan.
b) Di dalam media agar, bahan tanam (eksplan) dapat memanfaatkan unsur hara yang ada.
Distribusi unsur hara di alam tidak merata, sehingga sebagian bahan tanam akan tumbuh subur di satu tempat, tetapi yang lain tidak. Hal ini terjadi karena adanya kompetisi dalam mendapatkan unsur hara.
c) Dapat menekan terjadinya serangan jamur (kontaminasi)
Penanggulangan yang efektif adalah dengan sterilisasi media dan bahan tanam (eksplan). Media disterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu 1210C tekanan 1,5 Kg per cm2 selama 15 menit. Dan bahan tanam (eksplan) disterilisasi menggunakan alkohol 70%, fungisida, dan detrgen.
d) Menambah pendapatan
Apabila tahap perbanyakan secara in vitro berhasil, maka akan tumbuh berpuluh-puluh planlet (bibit dalam botol), dan setelah dilakukan subkultur dapat menjadi beratus-ratus bibit.
e) Dapat dilakukan cepat sehingga menghemat tenaga dan biaya serta tidak perlu memerlukan ruangan yang besar.
Teknik kultur in vitro walaupun banyak keuntungannya juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu dibutuhkan keahlian khusus untuk melaksanakannya, dan tanaman yang dihasilkan berukuran kecil, aseptik, dan terbiasa hidup di tempat yang berkelembaban tinggi sehingga memerlukan aklimatisasi ke lingkungan eksternal (Yusnita, 2004; Gunawan, 1992).
Manfaat utama perbanyakan tanaman secara in vitro adalah untuk perbanyakan tanaman yang permintaannya tinggi tetapi pasokannya rendah, karena laju perbanyakannnya secara konvensional dianggap lambat. Perbanyakan tanaman secara in vitro juga sangat bermanfaat untuk memperbanyak tanaman introduksi, tanaman klon unggul baru, dan tanaman bebas patogen yang perlu diperbanyak dalam jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat. Disamping itu, perbanyakan secara in vitro ternyata berpengaruh terhadap devisa negara. (Yunita, 2004; Hendaryono dan Wijayani, 2006).

2.8. Tahapan Kultur In Vitro
2.8.1. Media Kultur In Vitro
Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Harus dingat bahwa teknik kultur jaringan menekankan ´lingkungan yang cocok´ agar eksplan dapat tumbuh dan berkembang. Lingkungan yang cocok, sebagian akan terpenuhi bila media media yang dipilih mempertimbangkan apa yang diperlukan oleh tanaman.
Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan. Contohnya, komposisi Knudson (1946), Heller (1953), Nitsch dan Nitsch (1972), Gamborg dkk. B5 (1976), Linsmaier dan Skoog-LS (1965), Murashige dan Skoog-MS (1962), serta Woody Plant Medium-WPM (Lloyd dan McCown, 1980).
Media kultur tersebut, fisiknya dapat berbentuk cair atau padat. Media berbentuk padat menggunakan pemadat media, seperti agar-agar atau gelrite. Komponen media kultur yang lengkap yaitu : air destilata (aquadest) atau bebas ion sebagai pelarut, hara-hara makro dan mikro, gula (umumnya sukrosa) sebagai sumber energi, vitamin, asam amino dan bahan organik lain, Zat Pengatur Tumbuh (ZPT), arang aktif, suplemen berupa bahan-bahan alami bila diperlukan dan agar-agar sebagai pemadat media (Yusnita, 2004).

2.8.2. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan
Tanaman induk sumber eksplan harus berasal dari tanaman jati yang jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman induk sumber eksplan kemudian dikondisikan di rumah kaca atau rumah plastik dengan lingkungan yang higienis untuk mendapatkan eksplan yang berkualitas dan lebih bersih.
Pemeliharaan tananaman induk sumber eksplan meliputi pemangkasan dan pemupukan, sehingga tunas yang baru tumbuh menjadi lebih sehat dan bersih dari kontaminan (Yusnita, 2004).

2.8.3. Sterilisasi dan Inisiasi Kultur
Inisiasi kultur bertujuan untuk mengusahakan kultur yang aseptik dan aksenik. Eksplan harus disterilisasi untuk mendapatkan kultur yang bersih dari kontaminasi. Bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Jaringan tanaman yang masih muda mempunyai daya regenerasi lebih tinggi, sel-selnya masih aktif membelah diri, dan relatif lebih bersih (mengandung lebih sedikit kontaminan). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai eksplan yaitu tunas apikal dan tunas lateral.
Eksplan merupakan sumber kontaminasi kultur, disamping komponen media, faktor manusia dan lingkungan. Oleh karena itu sebelum ditanam secara aseptik dalam media steril, eksplan harus dibersihkan dari debu, cendawan dan bakteri atau kontaminan dari bagian permukaan eksplan. Inisiasi kultur sering terjadi masalah yaitu terjadinya pencoklatan (browning) atau penghitaman bagian eksplan. Pada waktu jaringan tanaman terkena stres mekanik, seperti pelukaan pada proses isolasi eksplan dari tanaman induk atau proses sterilisasi eksplan, metabolisme senyawa berfenol pada eksplan sering terangsang, untuk mencegah terjadinya browning ditambah dengan arang aktif.

2.8.4.Multiplikasi
Multiplikasi atau perbanyakan propagul bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada tahap ini perbanyakan tunas dirangsang, umumnya untuk mendorong percabangan tunas lateral atau merangsang pembentukan tunas adventif. (Yusnita, 2004).

2.8.5. Pemanjangan Tunas, Induksi dan Perkembangan Akar
Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi dipindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran tunas in vitro dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. (Yusnita, 2004).

2.8.6. Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah pengkondisian planlet atau tunas mikro di lingkungan baru yang aseptik di luar botol dengan media tanah ,arang sekam atau pupuk kandang, sehingga planlet dapat bertahan dan terus tumbuh menjadi bibit yang siap ditanam di lapang. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi.
Aklimatisasi merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit dan lapangan sangat jauh berbeda dengan kondisi iklim mikro di dalam botol. Kondisi di luar botol berkelembaban jauh lebih rendah, tidak aseptik dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi di dalam botol. Planlet lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik serta suplai hara mineral dan sumber energi cukup (Yusnita, 2004).

III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Praktik Kerja Lapang Perbanyakan Tanaman Jati (Tectona Grandis Linn. F) Secara In Vitro dilaksanakan mulai dari tanggal 15 September 2008 sampai dengan 28 November 2008. PKL dilaksanakan di Puslitbang Perhutani Cepu yang berada di Jalan Wonosari Batokan, Kelurahan Batokan, Kecamatan Kasiman, Kabupaten Bojonegoro-Jawa Timur.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam melaksanakan Praktek Kerja Lapang di laboratorium adalah LAFC, autoklaf, botol kultur, tutup botol, alat diseksi (pinset, sptula), petridis, gelas ukur, lampu bunsen, timbangan, alat ukur pH, kulkas, kompor gas, panci, pengaduk, pipet tetes, pipet lurus, alat pencuci dan liquide dispenser.
Bahan-bahan yang digunakan dalam melaksanakan Praktek Kerja Lapang di labaortaorium adalah unsur hara makro, unsur hara mikro, unsur hara besi, vitamin, Zat Pengatur Tumbuh (ZPT), kertas label, gula halus, korek api, agar, alkohol 70%, alkohol 96%, klorok, spirtus, fungisida, detergen, nodus jati, pucuk jati, planlet jati, lap, detergen. sedangkan bahan-bahan yang digunakan untuk eksplan jati yang di ambil dari kebun pangkas adalah gunting stek dan plastik.
Selain itu juga dalam proses aklimatisasi dibutuhkan peralatan dan bahan seperti bak semai, polybag, planlet jati, pasir, pupuk kandang, tanah dan green house.
3.3. Metode PKL
Metode pelaksanaan PKL dilakukan dengan cara orientasi, observasi dan adaptasi. Orientasi dilakukan sebelum melakukan PKL dengan cara mahasiswa dikumpulkan untuk menerima petunjuk, pengarahan, dan menerima tugas dari pimpinan atau pembimbing industri. Setelah itu dilakukan observasi dengan melakukan pengamatan terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan di laboratorium maupun di lapangan dan adapatasi dengan situasi dan kondisi tempat PKL serta senantiasa menjalin hubungan baik dengan pembimbing dan masyarakat. Wawancara dilakukan dengan pembimbing PKL maupun para karyawan yang terkait dengan tanaman jati (Tectona grandis L) yang bertujuan untuk mendapatkan dan menambah informasi tentang budidaya dan kultur in vitro jati. Disamping itu diskusi juga dilaksanakan sebelum atau setelah kegiatan di lapang pada saat menemukan hal-hal yang belum dimengerti untuk memperjelas informasi dengan pembimbing PKL, karyawan dan teman yang sedang melaksanakan PKL serta studi pustaka untuk mencari literatur yang berkaitan dengan kegiatan PKL dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang ada di perpustakaan dan internet.
3.4. Pelaksanaan PKL
PKL yang dilakukan di Puslitbang Perhutani Cepu yaitu dimulai dari penyusunan perencanaan kegiatan produksi bibit jati (Tectona grandis L) secara secara in vitro. Pembuatan perencanaan kegiatan produksi dilaksanakan seminggu sebelum melaksanakan kegiatan produksi yang meliputi penetapan judul produksi, pembuatan draf perencanaan produksi, pengetikan, pemeriksaan, pengesahan dan penjilidan.
Kegiatan selanjutnya adalah pembuatan media kultur dimulai dari penimbangan bahan, pembuatan larutan stok, pengambilan larutan stok, pencampuran larutan dan gula, pemasakan media, penuangan media pada botol, sterilisasi media dan penyimpanan media di ruang media.
Setelah pembuatan media langkah selanjutnya yaitu penyiapan eksplan. Dalam memilih eksplan yang akan dijadikan bahan tanam harus benar-benar diambil dari bibit yang unggul, karena bibit yang unggul itu akan mempengaruhi dalam proses mikropropagasi. Bibit yang akan dijadikan sebagai bahan tanam diambil di kebun pangkas.
Langkah selanjutnya yaitu sterilisasi eksplan jati, sterilisasi eksplan dilakukan dengan mengambil eksplan yang berupa pucuk dan nodus. Disterilisasi dengan menggunakan larutan fungisida, kaporit, dan detergen. Sterilisasi diatas shaker dan setelah selesai disterilisasi menggunakan shaker lakukan kembali sterilisasi dalam laminar. Bagian-bagian pada nodus pinggir-pinggirnya dibersihkan sampai menjadi kecil. Tapi dalam memotong bagian-bagian pinggir nodus jangan sampai kena pada mata tunasnya. Karena mata tunasnya itu merupakan tempat untuk tumbuhnya eksplan, sama halnya dengan pucuk.
Sub-kultur dilakukan pada ruangan yang steril dengan peralatan yang steril juga yaitu dengan memindahkan eksplan jati ke media baru. Sub-kultur yang dilakukan maksimal sebanyak 7 kali sub-kultur. Kemudian dilanjutkan dengan tahap induksi perakaran. Induksi perakaran ini adalah kegiatan transfer dari media agar ke media tanah dari lingkungan yang terkontrol ke lingkungan yang bebas, dengan memberikan larutan IBA yang megandung auksin yang berfungsi untuk perpanjangan dan pembelahan sel. Tahap terakhir adalah tahap aklimatisasi yang dilakukan di green house.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Puslitbang Perhutani Cepu
4.1.1. Sejarah Berdirinya Puslitbang Perhutani Cepu

Pusat Pengembangan Hutan, Pusat jati di Cepu, Jawa Tengah dibangun atas dasar keputusan Direksi nomor : 3090/Kpts./Dir/1997 tanggal 29 September 1997.
Pada awal diresmikannya yaitu tanggal 05 Pebruari 1998 dinamakan Pusat Jati (Teak Center) bertujuan untuk pengelolaan tanman jati, kemudian dalam perkembangannya pada pertengahan tahun 1999 diubah namanya menjadi Pusat Pengembangan Hutan (PUSBANGHUT) yang kegiatannya tidak hanya pengelolaan jati tetapi juga tanaman lainnya, sampai pada tahun 2000 diubah lagi menjadi Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan (PUSBANG SDH), tugasnya ditambah dengan pengelolaan lingkungan, pada tahun 2005 diubah menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Perum Perhutani sampai dengan saat ini, dengan tugasnya meliputi kelola SDH, kelola lingkungan, kelola Sosial Ekonomi dan kelola Managemen.
Pembangunan Puslitbang Perum Perhutani dimaksudkan untuk menjawab tantangan seiring dengan derasnya arus globalisasi dan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Puslitbang disiapkan sebagai wadah untuk melakukan penelitian sendiri maupun kerjasama dan aplikasi hasil-hasil penelitian dalam pembudidayaan tanaman kehutanan dan pengelolaan hutan. Sasaran program kerja adalah untuk mendapatkan bibit unggul dengan pendekatan pemuliaan pohon dan penerapan bioteknoologi serta kegiatan uji silvikultur agar dalam waktu tidak terlalu lama dapat dicapai peningkatan produktivitas, kualitas, dan daya saing hasil hutan Perum Perhutani.
Puslitbang memproduksi bibit-bibit jati asal kultur jaringan, mikro stek, dan stek pucuk dari pohon induk pohon jati plus. Kegiatan ini dilakukan untuk memenuhi target produksi bibit sebanyak 10 juta bibit jati dalam setahun. Puslitbang memproduksi bibit-bibit jati asal kultur jaringan dan asal stek pucuk dari pohon induk jati plus dan menguji biji dari kebun benih klonal di laboratorium prosesing benih dan distribusi benih, mengemas dan melabelisasi, mendistribusikan ke KPH untuk kemudian diaplikasikan di lapangan. Disampng itu, penelitian terus dilakukan dan hasil-hasil penelitian beberapa diantaranya sudah siap untuk diaplikasikan di lapangan. Bibit jati ini lebih dikenal dengan JPP (Jati Plus Perhutani).

4.1.2. Tujuan Pembangunan Puslitbang Perum Perhutani
Pembangunan puslitbang perum perhutani bertujuan:
a) Melakukan kegiatan pemuliaan pohon dan uji silvikultur, agar dalam waktu singkat dapat meningkatkan produktifitas dan kualitas produk.
b) Melakukan koordinasi kegiatan penelitian dan pengembangan melalui kerja sama peneliti dan lembaga-lembaga perguruan tinggi/lembaga penelitian, baik dalam maupun luar negeri.
c) Sebagai pusat informasi tentang pengelolaan hutan di wilayah kerja perum perhutani.

4.1.3. Visi dan Misi
4.1.3.1.Visi
Menjadi lembaga penelitian dan pengembangan untuk mewujudkan perhutani sebagai pengelola hutan trofik terbaik di dunia.
4.1.3.2. Misi
a) Melakukan inovasi dan rekayasa dalam pengelolaan sumber daya hutan dan perusahaan.
b) Memproduksi benih unggul hasil penelitian dan pengembangan
c) Memberi informasi, rekomundasi, transformasi hasil-hasil penelitian dan pengembangan

4.1.4. Tugas
a) Melakukan penelitian dan pengembangan meliputi aspek sumberdaya hutan, sosial-ekonomi dan lingkungan demi tercapainya peningkatan produktifitas hutan, kualitas lingkungan biofisik sumberdaya hutan dan kesejahtraan masyarakat di sekitar hutan.
b) Mampu menjawab persoalan yang timbul dalam kaitannya dengan sumberdaya hutan.

4.1.5. Sasaran
Sasaran program kerja pusat jati adalah mendapat bibit/benih dan pohon jati unggul dengan pendekatan konvesional yaitu pemuliaan pohon berdasarkan penampakan fisik pohon (fenotipe) dan pendekatan bioteknologi yaitu pemuliaan pohon jati berdasarkan sifat genotip dengan melakukan uji silvikultur.
Oleh karenanya, pengembangan hutan dengan maksud meningkatkan produktivitas sumberdaya hutan melalui cara tersebut ditujukan untuk mendapatkan benih dan bibit yang telah teruji keunggulan genetiknya.

4.1.6. Sarana dan Prasarana
4.1.6.1. Laboratorium Genetika Molekuler
Bertugas melakukan pengkajian genetik dengan memperoleh informasi sifat dan keragaman genetik jati melalui:
a) Memperoleh penanda gen pada daerah spesifik dalam genom
b) Konstruksi peta genetik jati
c) Memperoleh finger printing jati
d) Kualitas kontrol produk kultur jati
4.1.6.2. Laboratorium Biologi Seluler
Bertugas melakukan:
a) Pengembangan dan optimalisasi teknis mikropropagasi:
· Embrio genesis
· Organogenesis
· Optimasi media invitro dan exvitro
· Optimasi tahapan mikropropagasi
b) Persiapan transpormasi genetik
4.1.6.3. Laboratorium Kultur Jaringan
Laboratorium ini bertugas memproduksi bibit dengan teknik kultur jaringan (Tissue Culture), menggunakan metode kultur jaringan karena:

c) Mempercepat pencapaian tujuan pemuliaan pohon
d) Membantu jika cara konvensional memenuhi rintangan alamiah
e) Sebagai tahap lanjut rekayasa genetika
f) Tingkat laju perbanyakan tingggi
4.1.6.4. Laboratorium Benih
Laboratorium ini bertugas melakukan:
a) Prosesing benih yang terdiri dari pengeringan dan pembersihan, seleksi benih dan sortasi benih
b) Pengujian benih, terdiri atas pengujian kemurnian, kadar air dan perkecambahan
c) Distribusi benih, menyalurkan benih yang diproses kepada penggunanya.
4.1.6.5. Arboretum
Arboretum dibangun untuk menyimpan materi genetik jenis-jenis jati yang ada di seluruh Indonesia bahkan dunia. Tujuannya adalah untuk memudahkan dalam memperoleh kembali materi terkoleksi jika diperlukan untuk keperluan penelitian lainnya. Ada 32 varietas jati yang terkoleksi di Arboretum Puslitbang SDH seperti yang tercantum pada tabel 2 dibawah ini.
Tabel 1. Varietas Jati yang terkoleksi di Arboretum Puslitbang SDH Cepu.
No
Varietas
Jenis
Asal
1
Jati Ungu
Tectona grandis L
Lokal
2
Jati Kluwih
Tectona abludens
Lokal
3
Jati Daun Bulat
Tectona grandis L
Lokal
4
Jati Daun Lebar
Tectona grandis L
Lokal
5
Jati Daun Kecil
Tectona grandis L
Lokal
6
Jati Lenga
Tectona grandis L
Lokal
7
Jati Deling
Tectona grandis L
Lokal
8
Jati Moiree
Tectona grandis L
Lokal
9
Jati Kapur
Tectona grandis L
Lokal
10
Jati Denok
Tectona grandis L
Lokal
11
Jati Gundih
Tectona grandis L
Lokal
12
Jati Kuljar Perhutani
Tectona grandis L
Lokal
13
Jati Kesamben
Tectona grandis L
Lokal
14
Jati Knolbe
Tectona grandis L
Lokal
15
Jati Doreng
Tectona grandis L
Lokal
16
Jati Kouoc
Tectona grandis L
India
17
Jati gonavani
Tectona grandis L
India
18
Jati Hinh
Tectona grandis L
India
19
Jati Malabar
Tectona grandis L
India
20
Jati Hamiltoniana
Tectona grandis L
India
21
Jati Kovai
Tectona grandis L
India
22
Jati Glandstam
Tectona grandis L
India
23
Jati Central Province
Tectona grandis L
India
24
Jati Siam
Tectona grandis L
Thailand
25
Jati Kuljar
Tectona grandis L
Thailand
26
Jati Kay
Tectona grandis L
Burma
27
Jati Burma
Tectona grandis L
Burma
28
Jati Pati
Tectona grandis L
Pati
29
Jati Ponorogo
Tectona grandis L
Ponorogo
30
Jati Gundih
Tectona grandis L
Gundih
31
Jati Muna
Tectona grandis L
P. Muna
32
Jati Cepu
Tectona grandis L
Cepu

4.1.6.6. Lokasi Pengujian
Lokasi pengujian adalah lokasi untuk menguji bibit-bibit unggul yang diproduksi oleh Puslitbang SDH. Lokasi pengujian tersebar ke seluruh wilayah kerja PT. Perhutani Persero. Uji yang dilakukan antara lain:
a) Uji silvikultur
b) Uji provinance
c) Uji Keturunan
d) Uji klon
Dengan demikian seluruh produk bibit unggulan di masa yang akan datang telah teruji keunggulannya.
4.1.6.7. Kebun Benih Klonal
Biji masih merupakan materi tanaman yang termurah dan keberhasilannya tinggi. Kebun benih klonal dibentuk untuk:
a) Menghasilkan biji hasil persilangan antar pohon plus
b) Menghindari silfing sehingga persen menjadi tanaman tinggi
c) Sarana penyerbukan terkendali
4.1.6.8. Persemaian
Persemaian melakukan kegiatan:
a) Pendewasaan bibit asal kultur jaringan, biji dan stek pucuk
b) Pemeliharaan bibit untuk keperluan penelitian
4.1.6.9. Kebun Pangkas
Kebun pangkas dibangun dengan menggunakan materi pohon plus. Kebun pangkas digunakan sebagai sumber pucuk untuk keperluan produksi bibit lewat stek pucuk. Dengan bioteknologi percepatan pembungaan dapat dimanfaatkan untuk penyerbukan terkendali
4.1.6.10. Ruang Informasi
merupakan ruangan yang dilengkapi dengan bahan keterangan untuk dapat memberikan informasi sebanyak-banyaknya mengenai pengelolaan hutan jati dan sejenisnya.
4.1.6.11. Komplek Kantor Untuk Staf Pendukung
berguna untuk operasional staf pendukung antara lain Tata Usaha, Rumah Tangga dan gudang peralatan dengan luas 6,5 Ha.








4.1.7. Struktur Organisasi Puslitbang Perhutani Cepu
















Gambar 2. Struktur Organisasi Puslitbang Perhutani Cepu

Pusat Jati (Teak Centre) dalam melakukan aktivitas kerja dipimpin oleh seorang kepala yang mempunyai kewajiban bertanggung jawab kepada Direksi Perum Perhutani yang berwenang yaitu Kepala Divisi Perencanaan dan Pengembangan. Kepala Pusat Jati dalam menjalankan kegiatan sehari-hari dibantu oleh dua orang Kepala Bidang, yaitu Bidang Pemuliaan Tanaman dan Uji Silvikultur, dan Bidang Bioteknologi serta peneliti. Kepala Pusat Jati juga dibantu oleh Kepala Tata Usaha yang menangani administrasi teknis dalam menjalankan kegiatan sehari-hari di Pusat Jati.
Kepala Bidang Pemuliaan Pohon dan Uji Silvikultur dibantu oleh Kasub Bidangnya masing-masing yang terdiri dari Sub Bidang Kebun Benih dan Persemaian dan Sub Bidang Laboratorium Benih. Kepala Bioteknologi dibantu oleh Kasub Bidangnya masing-masing yang terdiri dari Sub Bidang Laboratorium Kultur Jaringan dan Sub Bidang Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Biologi Seluler dan Genetika Molekuler. Peneliti bertugas mengadakan penelitian, pengembangan dan menganalisis informasi-informasi yang di perolehnya dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan penelitian. Peneliti dibantu oleh staf pelaksana dari masing-masing bidang. Kepala Tata Usaha dalam memperlancar tugasnya dibantu Kepala Sub Seksinya (KSS), masing-masing terdiri dari KSS Keuangan, KSS Personalia, KSS Rumah Tangga dan KSS Perpustakaan.
4.1.8. Kondisi Wilayah Puslitbang Perhutani Cepu
Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan Cepu (PUSLITBANG) berlokasi di desa Batokan, Kecamatan Kasiman, Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur.
Tempat ini sangat menguntungkan di tinjau dari faktor:
a) TransportasiTransportasi menuju lokasi Puslitbang melalui jalan raya Cepu-Bojonegoro dan adanya jalur angkutan umum.
b) Tenaga Kerja
Tenaga kerja selain tenaga kerja tetap, juga tenaga kerja kontrak ataupun borongan yang di peroleh dari penduduk sekitar.
Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan Cepu di batasi oleh:
a) Sebelah timur berbatasan dengan : Jalan raya menuju Kasiman Bojonegoro
b) Sebelah barat berbatasan dengan : Perumahan IPKJ
c) Sebelah utara berbatasan dengan : Sawah dan rawa-rawa
d) Sebelah selatan berbatasan dengan : Jalan raya ke timur menuju ke Bojonegoro dan ke barat menuju Cepu.
4.1.9. Sumber Daya Manusia Puslitbang Perhutani Cepu
Salah satu unsur manajemen yang strategis dalam rangka pembangunan nasional adalah adanya kuantitas serta kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu bekerja secara berdaya guna dan berhasil guna. Pembangunan, pengembangan dan pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan isi pokok dan diprioritaskan dalam pengadaannya. SDM Puslitbang Perum Perhutani sebagian besar merupakan sarjana-sarjana yang memilki pengetahuan luas.
Tabel 2. Keadaan Pegawai Puslitbang Perhutani Cepu berdasarkan tingkat Status dan Kelamin pada Tanggal: 30/11/2008.
No
Status
Laki-laki (Orang)
Perempuan (Orang)
Jumlah keseluruhan (Orang)
1
PNSP. Dpb
5
2
7
2
PNSD. Dpb
0
0
0
3
Pegawai Perusahaan
85
20
105
4
Capeg Perusahaan
0
0
0
Jumlah (1 s/d 4)
90
22
112
5
Pekerja Pelaksana
58
11
69
6
Kontrak
14
1
15
Jumlah (1 s/d 6)
162
34
196
7
Konsultan
0
0
0
Jumlah (1 s/d 7)
162
34
196

4.1.10. Fasilitas Puslitbang Perhutani Cepu
Puslitbang merupakan perusahan perum, Puslitbang dalam mengembangkan usahanya di bidang tanaman jati telah maju dengan ditunjang fasilitas-fasilitas yang memadai yaitu laboratorium kultur in vitro, kebun pangkas, Arboretum, ruang kultur, kebun benih klonal, ruang informasi, lokasi pengujian, green house, persemaian, bangunan kantor, alat komunukasi (handphone dan telepon), komputer dan internet.

4.2. Hasil Pelaksanaan PKL
4.2.1. Penyusunan Perencanaan Kegiatan Produksi Jati
Mahasiswa di dalam melaksankan kegiatan Produksi Bibit Jati (Tectona grandis L). Secara In Vitro di Pusat Pengembangan Hutan Perum Perhutani Pusat Jati (Cepu), harus membuat perencanaan kegiatan produksi. Penyusunan perencanaan kegiatan produksi dibuat sebelum melakukan kegiatan produksi yang dimulai dari penetapan judul produksi. Judul produksi yang akan dilakukan yaitu Produksi Bibit Jati (Tectona grandis L). secara In vitro di Pusat Pengembangan Hutan Perum Perhutani Pusat Jati (Cepu). Setelah judul kegiatan produksi ditetapkan kemudian dibuat konsep perencanaan mulai dari cover, lembar pengesahan, daftar isi, pendahuluan, metode pelaksanaan PKL, daftar pustaka, outline laporan PKL dan program perencanaan kegiatan produksi.
Konsep perencanaan kemudian diketik menggunakan komputer dan dicetak. Perencanaan kegiatan produksi kemudian diperiksa oleh pembimbing lapang industri dan jika sudah tidak ada kesalahan dapat diperbanyak menjadi 4 rangkap. Perencanaan kegiatan produksi kemudian disahkan oleh pembimbing lapang. Pengesahan oleh pembimbing dari Politeknik Vedca belum dilakukan karena jarak antara Cepu-Cianjur sangat jauh. Meskipun begitu perencanaan kegiatan produksi dapat digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Pusat Pengembangan Hutan Perum Perhutani Pusat Jati (Cepu) selama 6 bulan mulai tanggal 15 September 2008 – 13 Februari 2009.

4.2.2. Pembuatan dan Sterilisasi Media Jati
Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur in vitro. Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan (Yusnita, 2004). Pembuatan media tanam dalam perbanyakan tanaman secara in vitro merupakan kegiatan yang paling penting dan memerlukan ketelitian serta pemahaman yang jelas dalam proses pembuatannya.
Pembuatan media kultur Jati harus dilaksanakan dengan cermat, sabar dan teliti dalam mengerjakannya terutama dalam penimbangan bahan, sehingga komposisi media tepat dan baik untuk pertumbuhan dari tanaman yang dikulturkan. Pembuatan media kultur jati di Puslitbang Perhutani Cepu dimulai dari sterilisasi botol kultur. Botol kultur yang akan digunakan dalam pembuatan media sebelumnya dicuci dengan menggunakan detergen dan dibilas di air mengalir sampai bersih dan dikeringkan di rak-rak botol kultur sehingga siap digunakan sebagai wadah media. Setelah menyiapakan botol kultur yang steril, kemudian menyiapkan tutup botol. Setelah itu membuat larutan stok media. Kegiatan selanjutnya larutan stok yang dibuat yaitu stok ZPT, unsur hara mikro dan unsur hara makro.
Tahapan-tahapan dalam pembuatan media:
a) Persiapan Alat dan Bahan
Alat-alat yang di butuhkan dalam pembuatan media diantaranya adalah hotplate atau panci, gelas baker, batang pengaduk, autoclave, gelas ukur, shaker, sendok teh, kompor gas, liquid dispenser, botol kultur, timbangan analitik, sendok spatula, kontainer atau kereta dorong, pH meter dan label.
· Liquid Dispenser
Alat ini digunakan untuk mempermudah dalam pembagian media kedalam botol, pada alat ini tertera ukuran sesuai dengan yang diinginkan.




Gambar 3. Liquid dispenser

· Autoclave
Alat ini digunakan untuk mensterilkan media, botol kultur, dan alat-alat diseksi. Alat ini dilengkapi dengan pengatur suhu, tekanan, dan waktu.




Gambar 4. Autoclave
· Shaker
Alat ini digunakan untuk menggojok bahan tanam (eksplan) supaya steril sebelum dilakukan tahap kultur, dengan menggunkan alat penggojok ini eksplan akan steril secara merata (homogen).





Gambar 5. Shaker
· Timbangan
Alat ini merupakan alat yang digunakan untuk menimbang bahan-bahan kimia yang digunakan untuk tahap kultur. Karena setiap bahan yang digunakan harus tahu berapa kebutuhan yang dibutuhkan dalam pembuatan media kultur.







Gambar 6. Timbangan

· Alat Ukur pH
Alat ini digunakan untuk mengukur pH yang dibutuhkan oleh setiap media tanam. pH yang dibutuhkan oleh setiap tanaman berada di kisaran 5,8. Jika pH dibawah 5, 8 maka sebaiknya di tambah NaOH. Menggunakan alat ini lebih valid dibandingkan dengan menggunakan indikator pH, karena dalam alat ini sudah tertera nilai pH yang diinginkan.




Gambar 7. pH Meter

· Hot Plate.
Alat ini merupakan alat yang digunakan sebagai tempat untuk mengaduk media, dengan menggunakan alat ini media akan tercampur secara merata (homogen). Biasanya alat ini dilengkapi dengan magnetik strirernya.




Gambar 8. Hot Plate
· Laminar Air Flow Cabinet (LAFC)
Alat ini merupakan alat yang paling utama dibutuhkan dalam tahap in vitro. Alat ini digunakan untuk menanam eksplan dan subkultur yang mensyaratkan kondisi aseptik. Selain itu juga dilengkapi dengan sebuah kipas (blower), filter dan HEPA.




Gambar 9. Laminar Air Flow Cabinet

Bahan yang di perlukan dalam pembuatan media meliputi unsur hara makro dan unsur hara mikro, vitamin, dan asam amino (nutrisi organik), zat pengatur tumbuh, sumber karbon atau gula, bahan pemadat, yaitu agar kualitas tinggi, air (menggunakan air destilasi atau aquades), dan senyawa titrasi sebagai penyeimbang pH (NaOH atau HCL).
b. Pembuatan Stok media, kegiatannya meliputi:
1) Menghitung berapa banyak bahan yang diperlukan
2) Penimbangan semua bahan yang diperlukan
3) Menyiapkan larutan stok meliputi jenis air yang dipakai, kepekatan larutan stok, kualitas bahan kimia yang dipakai (organik dan anorganik)
4) Menyiapkan zat pengatur tumbuh
c. Pencampuran Media
Semua bahan yang sudah tersedia atau disiapkan dicampur menjadi satu kedalam panci dan ditambah air aquades dan aduk di atas stirrer supaya adukannya rata (homogen).




Gambar 10. Pencampuran Media
d. Pengukuran pH
Setelah dipindah ke dalam panci larutan media di ukur pHnya dengan pHmeter. Patokan pH yang digunakan dalam pembuatan media jati adalah 5,8. ketika mengukur larutan sambil di aduk-aduk menggunakan batang pengaduk, sehingga pH keseluruhan di ketahui. Apabila pHnya kurang atau lebih dari 5,8 maka dilakukan titrasi. Jika pH lebih besar dari 5,8 maka dititrasi menggunakan HCl yang bersifat asam sehingga pH larutan menurun. Apabila kurang dari 5,8 maka dititrasi dengan NaOH yang bersifat basa sehingga pH bertambah.

e. Pemasakan
Larutan media dimasak di atas api dan sambil di aduk-aduk supaya agar-agar dan arang aktifnya tidak menggumpal atau gosong.




Gambar 11. Pemasakan Media

f. Penuangan media ke botol kultur
Setelah media masak, panci diangkat dan pipa liquid dispenser diletakkan di dalam panci dan botol-botol kultur ditata di atas meja pembagian media ke dalam masing-masing botol. Volume media masing-masing dalam botol ±25 ml. Setelah diisi botol tersebut kemudian botol ditutup dengan rapat untuk mencegah udara yang masuk yang akan mengakibatkan terjadinya kontaminasi.





Gambar 12. Penuangan Media

g. Sterilisasi media ke autoclave
Botol-botol kultur yang berisi media disterilisasi di dalam autclave dengan suhu 1210C tekanan 1,5 Kg per cm2 dan sterilisasi selama 15 menit.






Gambar 13. Sterilisasi Media
h. Pengangkatan media steril dari autoclave
Setelah media disterilkan dalam autoclave, kemudian media steril diangkat dan diletakkan di dalam kontainer penyimpanan dan diberi label tanggal pembuatan media dan jenis kegiatan.




Gambar 14. Pengangkatan Media
i. Penyimpanan media di ruang stok media
Setelah pengangkatan media steril dan pelabelan selesai, media disimpan di ruang stock penyimpanan dalam kereta dorong atau kontainer penyimpanan. Media sebaiknya jika akan digunakan di simpan terlebih dahulu selama 3 hari, untuk mengetahui apakah ada organisme yang menyerang media sehingga dapat mengetahui media tersebut layak di gunakan atau tidak.


4.2.3. Persiapan Eksplan Jati (Tectona grandis L)
Sumber eksplan yang digunakan untuk produksi bibit Jati (Tectona grandis L). Secara in vitro yaitu berupa tunas apikal dan tunas lateral. Jika eksplan berasal dari tunas lateral sebaiknya di pilih yang agak tua, karena untuk daya tumbuhnya lebih cepat, jika menggunakan tunas lateral yang terlalu muda tidak akan tumbuh daun malahan tumbuh propagul. Dan jika sumber eksplan yang digunakan itu berasal dari tunas apikal sebaiknya digunakan tunas apikal yang belum mekar jadi daun.





Gambar 15. Tunas Apikal Gambar 16. Tunas Lateral

Tanaman induk jati yang digunakan dalam perbanyakan sebaiknya memiliki sifat-sifat seperti:
b) Tidak doreng
c) Bebas dari hama dan penyakit
d) Tinggi bebas cabang12-16 cm
e) Kemampuan meluruhkan batang.

4.2.4. Sterilisasi Eksplan Jati (Tectona grandis L)
Eksplan merupakan sumber kontaminasi kultur, selain komponen media, faktor manusia, alat-alat dan lingkungan. Oleh karena itu eksplan jati baik pucuk maupun nodus yang akan dikulturkan sebelumnya disterilisasi. Sterilisasi eksplan jati bertujuan agar bakteri, jamur dan mikroorganisme yang akan menyebabkan kontaminasi mati, untuk mengetahui apakah untuk mengetahui eksplan tersebut terkena kontaminasi atau tidak sangat sulit, sehingga untuk mencegahnya dilakukan sterilisasi.






Gambar 17. Sterilsasi Eksplan
Tahapan-tahapan sterilisasi eksplan:
a) Pencucian eksplan dengan air biasa sampai getahnya bersih (jika masih ada getahnya maka air berwarna merah), kemudian bilas sampai bersih. Banyaknya pencucian tergantung seberapa bersih eksplan yang dicuci itu.
b) Eksplan dicuci dengan detergen biasa sampai bersih, kemudian dibilas. Pencucian eksplan dengan detergen akan menimbulkan warna merah lagi meskipun jika dicuci dengan air biasa sudah tidak keluar dari eksplan. Hal ini dipicu oleh sifat detergen yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi sehingga cairan dalam tubuh eksplan akan tertarik (berdifusi) ke luar. Lama dan banyaknya pencucian ini tergantung pada seberapa bersih eksplan tersebut. Penggunaan detergen sebaiknya jangan terlalu banyak, karena akan menyebabkan matinya eksplan.
c) Setelah selesai dibilas eksplan kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan diberi air aquades
d) eksplan disterilisasi dengan fungisida + detergen selama 30 menit, sambil dikocok di atas shaker.
e) Eksplan di bilas dengan air steril sebanyak 3 kali.
f) Eksplan disteril dengan alkohol 70% selama 5 menit, sambil digojok di atas shaker dengan kecepatan yang telah ditentukan
g) Eksplan di bilas dengan air steril sebanyak 3 kali
h) Eksplan disteril dengan klorok/kaporit 5% selama 3 menit, sambil digojok di atas shaker dengan kecepatan yang sudah ditentukan
i) Eksplan dibilas dengan air steril sebanyak 3 kali
j) Eksplan disteril dengan alkohol 70% selama 5 menit, sambil digojok di atas shaker dengan kecepatan yang telah di tentukan
k) Eksplan dibilas dengan air steril sebanyak 3 kali di dalam Laminar
l) Eksplan dicelupkan ke dalam alkohol 96%, kemudian dibakar dengan api bunsen dan diletakkan di kaca tanam.
m) Eksplan diiris atau dipotong pada tempat tertentu dengan scalpel sehingga eksplan siap diinisiasi.

4.2.5. Tahap Inisiasi
Alat dan bahan yang diperlukan adalah lampu bunsen, pinset, sklapel, cawan petri, kertas saring, kapas, botol rendaman (kecil dan besar) yang berisi alkohol 96%, botol semprot berisi alkohol 70%, media kultur dan kaca tanam.







Gambar 18. Inisiasi
Tahapan-tahapan inisiasi:
a) Eksplan yang sudah steril dipotong dengan ukuran ± 0,5 × 0,5 cm2 atau lebih besar (tergantung pada besar kecilnya eksplan), pemotongan dilakukan secara steril.
b) Setiap botolditanami 1 atau 2 eksplan, tergantung pada besar kecilnya eksplan dengan menggunakan media inokulasi awal (IA).
c) Eksplan diberi label (nama penanam, no klon, tanggal penanaman, jenis jati)
d) Eksplan diletakkan di rak kultur ruang steril dan dipelihara selama satu bulan. Setiap harinya diamati apakah eksplan terkontaminasi atau tidak. Jika terkontaminasi maka dilihat dulu apakah bisa diselamatkan atau tidak. Eksplan yang diselamatkan biasanya yang terkena serangan bakteri yang biasanya berasal dari getah eksplan yang ditanam dan kondisi eksplan sehat serta dapat tumbuh dengan baik. Jika terserang jamur otomatis tidak dapat diselamatkan dan dibuang. Kegiatan penyelamatan biasanya menggunakan media subkultur (MS), bukan media IA. Lama pemeliharaan setelah penyelamatan biasanya 1 bulan dipelihara di rak kultur pada ruang steril
e) Setelah satu bulan isolasi eksplan maka tanaman mulai disegarkan.

4.2.6. Tahap Penyegaran
Pada tahap ini adalah merupakan tahap pemindahan eksplan yang sudah berumur 1 bulan dan eksplan tersebut sudah tumbuh daun dan batang. Eksplan yang ditanam dalam media IA(Inokulasi Awal) dilakukan pemindahan media. Media yang digunakan adalah media MSK. Pemindahan ini bertujuan agar eksplan dapat tumbuh dengan normal dan kedaan planlet tersebut masih segar.








Gambar 19. Penyegaran

Berikut adalah tahapan-tahapan dalam kegiatan penyegaran:
a) Siapkan alat dan bahan
b) Ambil eksplan yang sudah diinokulasi kurang lebih 1 bulan.
c) Eksplan dipotong menjadi lebih kecil.
d) Ekplan di tanam dalam media MSK.
e) Setelah selesai beri label (nama penanam, tanggal penanaman, nomor klon).
f) Amati setelah beberapa hari kemudian.

4.2.7. Multiplikasi/Subkultur Jati (Tectona grandis L.f)
Pada tahap ini adalah merupakan tahap untuk memperbanyak eksplan dari satu eksplan menjadi beberapa bagian, sehingga kebutuhan bibit jati terpenuhi dengan cepat, subkultur pada tanaman jati dilakukan sebanyak 6 kali subkultur.
Kegiatan ini dilakukan setelah tanaman 1 bulan mengalami penyegaran. Jika tanaman eksplan sudah memanjang maka eksplan dipotong untuk induksi perakaran, dan yang kecilnya ditanam lagi di media kultur dipelihara selama 1 bulan.
Berikut adalah tahapan-tahapan dalam kegiatan multiflikasi/subkultur:
a) Siapkan alat dan bahan
b) Eksplan diambil dari eksplan yang sudah mengalami penyegaran, kurang lebih 1 bulan.
c) Ekplan dipotong menjadi beberapa bagian seperti (pucuk dan nodus)
d) Setelah dipotong pisahkan antara pucuk dan nodus, supaya mudah dalam pengamatan dan seragam.
e) Tanam pucuk dan nodus dalam media MSK, setiap botol maksimal berisi 6 potongan nodus maupun pucuk.
f) Beri label (nama penanam, tanggal penanaman, jenis jati, nomor klon).
g) Amati setelah beberapa hari kemudian.

4.2.8. Tahap Induksi Perakaran
Alat yang disiapkan adalah gunting, stik, bak induksi, baki plastik, kaca, dan sprayer. Sedangkan bahan-bahan yang diperlukan dalam kegiatan induksi perakaran adalah hormon IBA 2 ppm/lt, air, eksplan dan media yang digunakan adalah pasir.
Berikut adalah langkah-langkah kerja dalama kegiatan induksi perakaran:
a) Menyiapkan eksplan
Eksplan diambil dari rak di ruang kultur dengan melihat tanggal kegiatan. Eksplan yang diambil harus berumur lebih kurang 1 bulan. Setelah selesai memilih eksplan, maka botol-botol yang berisi eksplan dibawa ke ruang induksi. Di ruang induksi dilakukan penyortiran eksplan, eksplan yang memenuhi syarat dapat dipakai di induksi perakaran jika tidak maka dibuang. Pemotongan eksplan menggunakan gunting dan daun paling bawah dihilangkan, karena membutuhkan batang yang agak panjang untuk menanamnya di tanah.
b) Perendaman eksplan dengan hormon
Eksplan yang telah dipotong dikelompokkan antara yang kecil dan yang besar, sehingga dalam penanamannya dapat seragam besar kecilnya eksplan yang ditanam. Eksplan tersebut ditata di baki yang berisi hormon IBA 2 ppm/lt. Perendaman ini bertujuan agar tanaman cepat dalam perakaran (membentuk akar).
c) Penanaman eksplan
Perendaman dilakukan selama kurang lebih 5 menit, setelah itu eksplan siap ditanam dalam media yang sudah ditata di bak induksi. Sebelum eksplan ditanam dalam media, sebaiknya media dilubangi terlebih dahulu dengan menggunakan stik setelah selesai maka eksplan siap ditanam.
d) Penyiraman dengan air
Setelah penanaman selesai maka eksplan yang sudah ditanam disiram dengan air secukupnya dengan menggunakan sprayer karena tanaman yang masih kecil belum mampu menahan siraman air yang deras.


e) Penutupan bak dengan kaca dan pelabelan
Setelah selesai penyiraman maka bak ditutup dengan kaca dan diberi label (tanggal penanaman, jenis jati, dan nomor klon), kemudian dipelihara. Jangka waktu pemeliharaan adalah 1 bulan dengan kegiatan penyiraman adalah 2 kali sehari (pagi dan sore) atau tergantung kebutuhannya dan dilakukan dirak-rak inkubasi perakaran. Penyiraman dengan menggunakan sprayer karena organ tanaman masih lemah, setelah berakar tanaman dipindah ke aklimatisasi.

4.2.9. Aklimatisasi Jati (Tectona grandis L)
Aklimatisasi adalah proses transfer tanaman dari media induksi ke dalam media polybag dan penyesuaian diri tanaman secara fisiolgis dengan lingkungan yang lebih bebas. Alat yang dibutuhkan seperti: polybag, bak aklimatisasi dan sprayer. Sedangkan bahan yang digunakan adalah tanaman hasil induksi yang sudah berakar (kurang lebih 1 bulan), media (top soil : pasir : pupuk kandang : sekam = 1: 1 : 1 : 1) dan air.
Berikut adalah tahapan-tahapan dalam kegiatan aklimatisasi
a) Siapkan alat dan bahan
b) Campur media (top soil, pasir, pupuk kandang, sekam) sampai merata ( homogen).
c) Masukkan campuran media ke dalam masing-masing polybag
d) Planlet diambil dari bak induksi perakaran dipilih yang sudah berakar.
e) Planlet di tanam dalam polybag yang berisi media dan ditata di bak aklimatisasi secara rapih.
f) Siram air dengan menggunakan sprayer.
g) Tutup atas bak aklimatiasi dengan menggunakan kaca.
h) Beri label ( tanggal penanaman, jenis jati, nomor klon)
i) Amati setelah beberapa hari kemudian.
Tanaman yang diaklimatisasi adalah tanaman yang sudah berakar. Pada penanaman harus hati-hati, karena organ tanaman yang dihasilkan oleh kultur jaringan biasanya lemah. Akar menjadi hal yang penting, saat pemindahan sebaiknya sedikit media yang menempel di akar diikutsertakan untuk menghindari putusnya akar dari batang, dan menghindari stagnasi.
Penyiraman tanaman diperlukan untuk menjaga kondisi lembab agar tidak terjadi evapotranspirasi yang berlebih. Menurut Suprayogi (2002), organ tanaman invitro tidak mempunyai lapisan lilin, pada epidermisnya, daun tipis dan lembut, terbiasa dengan aktivitas fotosintesis rendah, jaringan palisade yang kecil dan sedikit, stomata tidak bekerja secara optimal, hubungan root-shoot tidak sempurna hidup heterotrop sedangkan aklimatisasi hidup secara autotrop maka tahapan ini harus dilakukan secara baik agar terhindar kelayuan dan kematian.
Adapun persoalan yang dihadapi dalam transfer tanaman dari media agar ke media tanah adalah bakal tanaman belum tentu dapat hidup setelah transfer, bakal tanaman mengering setelah transfer, damping off karena jamur. Bertambah hari mengakibatkan bakal tanaman menjadi lebih besar, tetapi mungkin juga menjadi dorman sehingga dalam pertumbuhannya memerlukan temperatur yang rendah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah jenis kegiatan disertai pelabelan karena akan mempermudah mengidentifikasi asal-usul, dan setiap tanaman yang sudah selesai diaklimatisasi di pindah ke persemaian.

4.3. Pembahasan
4.3.1. Penyusunan Perencanaan Kegiatan Produksi Bibit Jati
Penyusunan perencanaan kegiatan produksi bibit jati di Puslitbang Perum Perhutani Cepu merupakan salah satu persyaratan penyelesaian Praktik Kerja Lapang yang sekaligus sebagai Satuan Kredit Semester (SKS). Perencanaan kegiatan produksi terdiri dari 2 SKS dan merupakan suatu pedoman bagi mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan produksi. Penyusunan kegiatan produksi dimulai dari kegiatan penetapan judul produksi. Judul produksi yang dilaksanakan selama melakukan kegiatan PKL di Puslitbang Perum Perhutani Cepu adalah Produksi Bibit Jati (Tectona Grandis. Linn.f). Secara In vitro.
Penyusunan perencanaan kegiatan produksi didukung dengan sarana yang lengkap dan pengalaman menyusun perencanaan produksi di tempat PKL yang sebelumnya sehingga penyusunan perencanaan kegiatan produksi dilaksanakan selama 2 hari. Meskipun begitu dalam penyusunan perencanaan kegiatan produksi masih terdapat kesalahan yaitu kekurangan huruf dalam suatu kata dalam proses pengetikan komputer. Kesalahan pengetikan komputer disebabkan karena terlalu cepat dalam mengetik dan kurang teliti dalam melakukan pengeditan akhir. Penyusunan kegiatan produksi yang paling membutuhkan pemikiran yang luas yaitu dalam penyusunan jadwal kegiatan produksi. Hal itu disebabkan karena Penulis belum mengetahui keadaan dan kegiatan yang dilakukan di Puslitbang Perum Perhutani Cepu. Tapi hal itu tidak menjadi suatu permasalahan bagi pembimbing karena jadwal tersebut hanya dijadikan pedoman dalam melaksankan produksi, meskipun pada kenyataannya mengikuti kegiatan yang dilakukan.

4.3.2. Pembuatan dan Sterilisasi Media Jati (Tectona grandis L.f)
Kesuksesan dalam kultur in vitro salah satu faktor utamanya adalah media kultur. Teknik kultur in vitro menekankan lingkungan tumbuh yang cocok agar eksplan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan. Lingkungan yang cocok sebagian akan terpenuhi apabila media yang dipilih mempertimbangkan kebutuhan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman (Santoso dan Nursandi, 2001).
Selain itu juga setiap tanaman memerlukan komposisi dan konsentrasi komponen media yang berbeda antara tanaman satu dengan tanaman yang lain, maka setiap tanaman memerlukan media yang berbeda (George dan Sherington, 1984). Menurut Daisy dan Wijayanti (1994), media yang digunakan untuk kultur jaringan mengandung semua unsur senyawa kimia yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.
Unsur senyawa kimia tersebut terdiri dari:
a. Unsur Hara Mikro dan Makro
Diberikan dalam bentuk garam anorganik. Unsur makro meliputi N, P, K, S, Ca dan Mg, biasanya diberikan dalam bentuk senyawa. Unsur mikro meliputi Cl, Mn, Fe, Cu, Zn, B dan Mo, biasanya juga diberikan dalam bentuk senyawa.
b. Sumber karbon
Biasanya yang digunakan adalah sukrosa, glukosa dan fruktosa, dengan kadar yang biasa digunakan antara 2-4 persen.
c. Vitamin
Meliputi Thiamin, Piridoksin, dan Asam Mikotamat. Thiamin berfungsi sebagai pembelahan sel, sebagai koensim dalam reaksi yang menghasilkan karbohidarat dan merupakan vitamin esensial. Vitamin lain yang ditambahkan antara lain: niasin, elisin, HCL, Piridoksin, Thiamin HCL.
d. Zat pengatur tumbuh
Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk media jati sama dengan zat pengatur tumbuh yang sering ditambahkan pada setiap media yaitu auksin dan sitokinin. Sitokinin berfungsi untuk pembelahan sel dan pertumbuhan tunas, yang sering digunakan kinetin dan zeatin.
Sedangkan auksin berfungsi untuk merangsang pertumbuhan kalus, dan organ. Auksin yang sering digunakan sperti: IAA (Indole Acetid Acid), NAA (Naftalen Acetid Acid). Pemberian kedua ZPT tersebut harus seimbang, karena apabila tidak seimbang maka akan menghambat pertumbuhan eksplan menjadi tanaman lengkap.
e. Zat-zat tambahan
Zat tambahan yang umumnya diberikan adalah air kepala, pisang, tomat, dan sebagainya. Zat ini berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan sel, tapi kadang karena besarnya variabilitas akan menghambat pertumbuhan sehingga sebaiknya dihindari.
Di Puslitbang Perhutani Cepu, dalam melakukan kultur jaringan jati menggunakan media semi solid (agar-agar). Menurut Corryyanti Twn (1998), keuntungan dari media semi solid ini daripada media cair adalah kehilangan unsur kimia penting sel melalui pencucian lebih besar pada medium cair, agar-agar menyiapkan dukungan padat pada jaringan juga bermanfaat karena memiliki daya absorpsi, dan seperti arang mampu membuang beberapa produk yang tidak berguna, dan sel dalam media cair yang kacau cenderung rusak secara mekanik. Media untuk inokulasi dan subkultur dibedakan, media inokulasi awal menggunakan media yang dicampur karbon aktif karena karbon ini mampu menyerap zat-zat beracun yang tidak berguna bagi tanaman selain itu juga untuk mencegah terjadinya browning, sedangkan untuk media subkultur menggunakan media MS.
Menurut Sutjiati (2002), tingkat oksidasi fenol yang tinggi dapat dikurangi dengan pemakaian karbon aktif (arang) yang mampu mengikat gugus fenol yang timbul. Dalam pembuatan media harus teliti, karena media sangat menentukan keberhasilan suatu kegiatan kultur. Apabila tidak teliti akan menyebabkan media terkontaminasi oleh mikroorganisme dan komposisi antar bahan yang diperlukan tidak sesuai dengan rekomendasi yang telah ditetapkan Apabila komposisi media yang digunakan tidak sesuai akan mengakibatkan pertumbuhan yang tidak sesuai dengan harapan (gagal tumbuh, tanaman termutasi atau terkontaminasi), sehingga akan mengakibatkan kegagalan dalam memproduksi bibit.
4.3.3. Penyiapan Eksplan Jati (Tectona grandis L)
Tanaman yang akan dijadikan sumber eksplan yang digunakan untuk produksi bibit jati secara in vitro yaitu harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Sugito (2007) menambahkan bahwa tanaman yang akan dijadikan sumber eksplan harus mempunyai nilai ekonomis tinggi, produksinya disukai pasar, tanamannya sehat, tumbuh baik dan normal.
Eksplan yang digunakan dalam kultur invitro jati adalah berupa tunas terminal (tunas yang ada pada ketiak daun) atau pucuk serta berasal dari tanaman jati (pohon plus) yang telah ditentukan, misalnya dari kebun pangkas atau bank klon.
Eksplan diambil dari pohon plus dan diambil dari cabang-cabang yang mempunyai tunas terminal (lateral maupn apikal), seringkali yang dipakai adalah tunas lateral karena tunas apikal sulit didapatkan. Dengan demikian kultur ini lebih mengacu pada jenis kultur meristem karena jaringan meristem banyak terdapat pada mata tunas terminal (apikal dan lateral). Pada sel-sel jaringan meristem tidak ditemukan partikel virus ataupun organisme patogen lainnya. Oleh karena itu, jika sel-sel meristem diregenerasikan maka akan tumbuh tanaman baru yang sehat

4.3.4. Sterilisasi Eksplan Jati
Eksplan merupakan sumber kontaminasi kultur disamping komponen media, faktor manusia, dan lingkungan. Oleh karena itu eksplan harus dibersihkan dari kotoran terluar dan disterilisasi sebelum ditanam secara aseptik dalam media yang steril (Yusnita, 2004). Menurut Wetherell (1982) mengungkapkan hal yang sama yaitu sebelum eksplan dipindahkan ke dalam kultur terlebih dahulu semua mikroorganisme harus dibasmi (disterilsasi).
Sterilisasi bahan tanam (eksplan) merupakan langkah awal yang cukup penting dan dapat menentukan keberhasilan penanaman secara in vitro. Eksplan yang akan ditanam pada media tumbuh harus bebas dari mikroorganisme kontaminan.
Dalam tahap sterilisasi eksplan ini sering menjadi kendala utama keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Terlebih iklim tropis seperti di Indonesia yang memungkinkan timbulnya kontaminan seperti cendawan dan bakteri terus tumbuh sepanjang tahun.
Sterilisasi eksplan biasanya dengan cara merendam bahan tanam dalam larutan kimia sintetik pada konsentrasi dan waktu perendaman tertentu, baik menggunakan satu macam sterilan maupun dengan macam-macam sterilan. Bahan-bahan yang biasanya digunakan untuk sterilisasi eksplan antara lain adalah detergen, fungisida, kaporit dan alkohol 70%.

4.3.5. Inisiasi Jati
Pada tahap inisiasi, eksplan tanaman jati sering menunjukkan gejala pencoklatan (borwning) pada media di sekitar potongan eksplan. Keadaan ini disebabkan karena oksidasi dari senyawa fenolik yang dihasilkan jaringan tanaman jati terutama dari eksplan in vivo. Oksidasi senyawa fenolik tersebut dapat menghambat bahkan bersifat toksik bagi pertumbuhan eksplan. Keadaan ini merupakan masalah yang selalu dihadapi pada tahap awal penanaman eksplan yang berasal dari dari lapang. Cara untuk menanggulangi terjadinya pencoklatan (browning) pada tanaman jati yaitu dengan subkultur atau transfer eksplan secara periodik dengan perlakuan yang berbeda.
Dalam inisiasi eksplan dilakukan pengirisan pada bagian-bagian tertentu. Pengirisan eskplan ini bertujuan untuk membuang kulit atau seludung yang mungkin dapat mengakibatkan kontaminasi, menghambat aliran peresapan nutrisi ke dalam eksplan dan pengirisan kulit ini untuk memperluas luka sehingga memacu pembentukan kalus. Namun pengirisan harus dilakukan secara steril dengan mengikuti lekukan daun untuk mengurangi luka, dengan demikian pengirisan tidak boleh sembarang. Penanaman eksplan menggunakan media inokulasi awal (IA), karena sterilisasi belum tentu bisa membersihkan eksplan dari patogen-patogen sehingga diperlukan karbon aktif mereduksi patogen-patogen tersebut.
Setelah itu botol kultur ditata dan diberi label (nama penanam, tanggal penanaman, jenis jati, nomor klon) untuk mempermudah dalam pengamatan setiap harinya. Botol kultur disusun secara rapih di rak-rak inkubasi atau ruang pertumbuhan. Amati setiap harinya, apakah eksplan tersebut terkena kontaminasi atau tidak. Apabila terkena kontaminasi apakah bisa diselamatkan atau tidak. Eksplan yang dapat diselamatkan biasanya yang terkena serangan bakteri yang berasal dari getah eksplan yang ditanam kondisi eksplan sehat serta dapat tumbuh dengan baik.
Kegiatan penyelamatan eksplan yang terkena kontaminasi bakteri biasanya menggunakan media subkultur (MS), bukan media inokulasi awal (IA). Sedangkan eksplan yang terkena kontaminasi karena terserang jamur biasanya tidak dapat diselamatkan sebaiknya dibuang atau dimusnahkan. Pemusnahan ini dilakukan supaya kontaminasi jamur tidak menyebar luas, karena sifat jamur yang mudah berkembang biak dan tumbuh di mana saja sehingga menutupi jaringan dan media. Dengan demikian kultur jaringan yang dilakukan gagal karena eksplan tidak dapat tumbuh.

4.3.6. Penyegaran
Pada tahap ini adalah merupakan tahap pemindahan eksplan yang sudah berumur 1 bulan, eksplan tersebut sudah tumbuh daun dan batang, eksplan yang ditanam dalam media IA (Inokulasi Awal), di lakukan pemindahan media. Media yang digunakan adalah media MSK. Pemindahan ini bertujuan agar eksplan dapat tumbuh dengan normal dan kedaan segar tersebut masih segar.

4.3.7. Subkultur Jati
Multiplikasi atau subkultur adalah kegiatan penggandaan atau perbanyakan eksplan untuk memenuhi target produksi. Kegiatan multiplikasi atau subkultur ini meliputi kegiatan masuk multiplikasi (MSK), dan multiplikasi 1 sampai ke-5 atau 6, kemudian diikuti kegiatan perpanjangan tunas. Kegiatan penggandaan akan dihentikan apabila adanya perubahan morfologi yang tidak dikehendaki atau setelah kekuatan tumbuh menurun.
Penyimpanan hasil subkultur ditempatkan di dalam ruang kultur yang steril dan ditata dalam rak-rak kultur, yang mempunyai suhu ruangan antara 20-27oC dan membutuhkan intensitas cahaya kurang lebih 1000 lux selama 16 jam per hari dengan lampu TL.
Setelah melakukan kegiatan subkultur, dilakukan pengamatan setiap harinya apakah eksplan tersebut dalam keadaan kondisi sehat atau terkontaminasi. Apabila tanaman terkontaminasi maka harus diamati apakah disebabkan oleh bakteri atau jamur. Biasanya yang terkena bakteri masih bisa diselamatkan sedangkan yang terkena jamur biasanya langsung diambil dan dibuang.



4.3.8. Induksi Perakaran
Pada tahap pengakaran ini, tunas yang telah tumbuh memanjang dan memiliki kondisi yang kuat dilakukan pengakaran. Tahap pengakaran ini dilakukan karena hasil dari kultur invitro tanaman jati yang ditanam dalam media agar hanya tumbuh daun dan batang saja sedangkan akar tidak tumbuh, sehingga perlu dilakukan pengakaran. Pada tahap pengakaran di beri larutan IBA, larutan IBA ini mengandung hormon auksin yang berfungsi dalam perpanjangan dan pembelahan sel.
Teknik penanaman eksvitro perlu perhatian khusus, batang yang dibenamkan harus terkena media. Apabila tidak terkena media, maka batang akan membusuk atau tidak terbentuk akar. Pada umumnya eksplan yang diinduksi kecil, dan rentan terhadap lingkungan luar sehingga mudah terkena hama dan penyakit. Oleh karena organ-organ yang masih rentan, maka bak induksi perakaran harus ditutup dalam kegiatan induksi perakaran sehingga kondisi lembab dan panas harus terjaga. Kondisi demikian yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh, terutama pertumbuhan akar. Media induksi juga berperan dalam pertumbuhan akar. Media yang digunakan adalah pasir karena mempunyai pori-pori yang baik, sehingga memudahkan akar untuk berkembang. Perakaran akan terbentuk dengan baik apabila media yang digunakan sesuai.
Penyiraman setelah penanaman sangat penting dilakukan, eksplan disiram air secukupnya dengan menggunakan sprayer karena tanaman yang masih kecil belum mampu menahan siraman air yang deras. Tujuan dari penyiraman adalah menjaga dan mengembalikan kesegarannya serta mengurangi evapotranspirasi yang berlebihan. Bak induksi perakaran selalu ditutup kecuali saat penyiraman, karena tanaman belum kuat menghadapi lingkungan luar. Kemudian bak induksi diberi label supaya mudah dalam identifikasi asal-usul setiap klon. Selanjutnya eksplan yang sudah ditanam dalam bak induksi perakaran diletakkan di rak-rak dan dipelihara setiap hari. Induksi perakaran dilakukan untuk menumbuhkan akar tanaman secara stek. Pengerjaan induksi ini harus hati-hati karena merupakan tahap awal perpindahan lingkungan dari lingkungan yang terkontrol ke lingkungan luar (semi kontrol), karena sifat organ tanaman hasil kultur jaringan yang lemah.
4.3.9. Aklimatisasi Jati
Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau pakis (anggrek) sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Bibit yang akan diaklimatisasi harus memiliki kualitas baik. Menurut Trubus (2005) ciri-ciri bibit yang berkulitas baik yaitu planlet tampak sehat dan tidak berjamur, ukuran planlet seragam, berdaun hijau segar, dan tidak ada yang menguning.
Selain itu planlet tumbuh normal, tidak kerdil, komposisi daun dan akar seimbang, pseudobulb atau umbi semu mulai tampak dan sebagian kecil telah mengeluarkan tunas baru, serta memiliki jumlah akar serabut 3–4 akar dengan panjang 1,5–2,5 cm. Prosedur pembiakan dengan kultur in vitro baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi. Aklimatisasi bertujuan untuk mempersiapkan planlet agar siap ditanam di lapangan. Tahap aklimatisasi mutlak dilakukan pada tanaman hasil perbanyakan secara in vitro karena planlet akan mengalami perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Hal ini bisa dipahami karena pembiakan in vitro (dalam botol) semua faktor lingkungan terkontrol sedangkan di lapangan faktor lingkungan sulit terkontrol (Herawan, 2006; Yusnita, 2004).

V. SIMPULAN DAN SARAN


5.1. Simpulan
Produksi bibit Jati (Tectona grandis L.f). Secara in vitro yang di laksanakan di Puslitbang Perhutani Cepu. Dapat disimpulkan bahwa teori yang di dapat dalam perkuliahan di kampus sangat menunjang sekali pada pelaksanaan praktek kerja lapang (PKL), adapun perbedaan teori dan praktek kerja lapang pada dunia praktisi disebabkan oleh adanya pertimbangan atau perhitungan yang menyangkut wirausaha. Dengan di laksanakannya PKL, mahasiswa dapat mengetahui standarisasi kerja sehingga terampil dan siap kerja. Setiap mahasiswa yang telah melaksanakan PKL akan memiliki jiwa yang mandiri.
Sumber eksplan yang digunakan untuk produksi bibit Jati (Tectona grandis L). Secara in vitro yaitu berupa tunas apikal dan tunas lateral. Jika eksplan berasal dari tunas lateral sebaiknya di pilih yang agak tua, karena untuk daya tumbuhnya lebih cepat, jika menggunakan tunas lateral yang terlalu muda tidak akan tumbuh daun malahan tumbuh propagul. Dan jika sumber eksplan yang digunakan itu berasal dari tunas apikal sebaiknya digunakan tunas apikal yang belum mekar jadi daun.

5.2. Saran
1. Perlu dilakukan penyiapan materi di green house sebelum dilakukan inisiasi.
2. Perlu dilakukan sterilisasi laboratorium secara berkala dan pengecekan peralatan – peralatan laboratorium untuk kelancaran proses kultur.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gabung Yu..cari tau tentang kultur Jaringan..